Welcome to my blog

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Showing posts with label Hikmah. Show all posts

Friday, June 7, 2013

Cemburu...

Bolehkah kita cemburu? Tentu boleh, tetapi jangan berlebihan. Cemburu itu bumbu cinta. Saya juga pernah cemburu dengan istri saya. Karena tahu saya pencemburu maka istri saya tak akan pernah mau naik mobil pribadi dengan laki-laki lain yang bukan mahram. Dia juga tak akan menerima seorang tamu laki-laki saat saya sedang tak ada di rumah.
Jika suami-istri saling percaya dan menjaga diri maka akan mengurangi cemburu yang tidak perlu. Perasaan cemburu tak harus dibuang tetapi harus dikelola. Terlalu khawatir dan curiga dengan semua hal yang dilakukan pasangan hidup itu bukanlah cemburu tetapi egois. Kisah yang saya dapatkan dari salah satu group BB saya ini semoga bisa menjadi pelajaran.
Dikisahkan seorang suami sangat khawatir dan penuh curiga dengan istrinya. Semua kegiatan istrinya dipantau. Bahkan sebelum tidur, lelaki ini selalu memeriksa telepon, SMS, dan BB istrinya. Bukan hanya itu, saat di kantor ia juga sering menelepon istrinya. Bukan karena perhatian dan cintanya kepada istri tetapi karena khawatir istrinya keluar rumah tanpa sepengetahuannya.
Untuk menyakinkan bahwa istrinya di rumah, setiap menelepon ia selalu berkata, “Istriku, nyalakan blender dong.” Dengan setia sang istripun selalu menyalakan blender sembari berkata, “Tuh mas sudah aku nyalakan. Dengar, kan?” Begitu sudah mendengar suara blender sang suami biasanya puas dan mengakhiri percakapan.
Suatu saat sang suami ingin membuat kejutan, ia pulang lebih awal dari kantor dengan membawa bingkisan untuk istrinya yang begitu setia tak pernah keluar rumah saat ia di kantor. Ketika tiba di rumah, ia jumpai anaknya bermain sendirian tanpa ibunya. Dia bertanya, “Sendirian anakku?” Anaknya langsung menjawab, “Setiap hari juga sendirian ayah.”
Lelaki itu terkejut. “Lho, mamamu kemana?” Sang anak langsung menjawab, “Gak tahu. Mama setiap hari keluar dengan membawa blender.”

Katanya itu "Berbahaya"

Umumnya masyarakat Indonesia senang gosip. Padahal menurut guru saya, orang yang senang gosip itu adalah orang yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Sementara orang yang benar-benar cerdas dan hebat itu bicara tentang ide dan gagasan.

Lebih parah lagi, banyak orang yang gampang bergosip dan menilai bahwa ini orang hebat, atau itu adalah penjahat hanya berdasarkan “katanya”. Saya dulu pernah tertipu gara-gara bermitra dengan orang yang salah. Teman saya yang merekomendasikan berkata, “Katanya sih orang ini bisa dipercaya.” Ternyata setelah berbisnis, ia membawa lari uang saya.

Saya juga pernah menilai seseorang dengan sesuatu yang negatif gara-gara ada yang berkata, “Hati-hati mas, katanya orang itu sering menipu.” Faktanya, bertahun-tahun saya bergaul dan bersahabat dengan orang ini ternyata belum pernah ia menipu.

Kita tak boleh mudah percaya atau menuduh, apalagi hanya “katanya”. Kita perlu membiasakan diri berbicara dengan fakta, bukan “katanya”. Hindari pula percaya begitu saja dengan berita dari media. Apalagi media sekarang banyak yang dimiliki oleh orang yang punya kepentingan di dalam kehidupan berpolitik dan bisnis di Indonesia.

Mari kita lebih fokus pada ide dan gagasan bermutu daripada berita murahan yang terkadang penuh rekayasa. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa gosip itu buruk, tak membawa kebaikan apapun dalam hidup kita. Bahkan, gosip dan pernyataan “katanya” itu sangat mengotori pikiran dan hati kita.

Begitu pula, mari kita menjauhkan menghakimi bahwa orang ini baik atau jahat hanya bersumber pada “katanya”. Tak terlalu banyak faedahnya memberi label kepada orang lain. Masih banyak kebaikan yang belum kita lakukan, lalu mengapa kita menyibukkan diri dengan memberi label kepada orang lain.

Bila kita sudah bisa melihat, menyaksikan atau mendengar sendiri dengan panca indera kita saat itulah kita bisa menilai orang lain. Bila baik tirulah, bila menyesatkan jauhilah. Setelah itu, sibukkan lagi dengan kebaikan-kebaikan yang masih banyak terhidang di depan mata. Sungguh terlalu rugi bila kita menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu yang hanya “katanya”.

Small is Complicated

Salah satu karakter yang tetap identik dengan orang-orang bodoh adalah sikapnya yang gampang meremehkan segala sesuatu termasuk penemuan ilmiah baru. Sikap tersebut sama dengan sikap orang-orang kafir, karena kebodohan dan kekafiran pada hakekatnya serupa. 

Kebodohan berkaitan dengan tidak sampainya akal pikiran pada hakekat ilmu penetahuan. Kekafiran tidak sampainya akal pikiran pada hakekat keimanan.

Ketika Allah yang Maha Agung menyampaikan bahwa sesungguhnya diri-Nya tidak segan membuat perumpamaan  dengan seekor nyamuk atau bahkan yang lebih kecil dari nyamuk (QS. Al-Baqarah: 26), orang-orang kafir berkata:"Apa maksud Allah membuat perumpamaan sekecil itu?". Sementara orang-orang beriman dengan dasar keimanan dan  pemikirannya yang mendalam berkata: "Jika berasal dari Allah, maka tentu ada kebenaran dan hikmah yang terkandung di dalamnya."

Dua sikap yang bertolak belakang ini pada satu sisi menggambarkan sikap meremehkan sesuatu yang kemudian berimplikasi negatif karena didasarkan pada cara berpikir negatif yang pada akhirnya memalukan diri sendiri sebab kebenaran ilmiahnya pada waktu tertentu menjadi nyata. 

Sementara di sisi lain menggambarkan sikap hati-hati, sikap yang harus menghargai sebuah penemuan sekecil apapun, apalagi datangnya dari Dzat yang Maha Benar yang dipastikan memiliki makna kebenaran dan perlu diselidiki isyarat kebenaran yang ditunjukkan-Nya.

Nyatanya dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi trendnya menuju ke bentuk yang semakin mengecil. Dulu di awal kemunculannya, komputer hadir dengan bentuk body dan CPU yang serba besar, lalu berkembang menjadi sederhana, terus mengecil dan bahkan semakin kecil saat ini. Mobil, radio, jam, handphone dan semua alat-alat elektronik mengalami proses dan perkembangan serupa. Demikian pula yang terjadi dalam teknologi lain. 

Berubahnya bentuk produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi ke arah yang lebih kecil dengan tanpa mengurangi kecanggilannya menunjukkan bahwa justru semakin kecil semakin complicated, semakin rumit, semakin canggih dan semakin simple. Bukan sebaliknya. 

Pada saat yang sama perubahan tersebut menjungkirbalikkan sikap dan perilaku orang-orang bodoh yang dulu menertawakan perumpamaan yang dibuat Tuhan, maka sekaranglah giliran mereka ditertawakan oleh zaman, generasi karena keterbatas ilmu pengetahuan mereka. 

Sesungguhnya secara alamiah, semakin banyaknya penduduk di bumi, ukuran manusia yang dulu tinggi dan besar telah berubah menjadi pendek dan kecil. Tidak mungkin manusia tidak berevolusi pada perubahan yang lebih kecil karena alam menuntut keseimbangan hukumnya. Maka demikian pula lah yang terjadi pada trend produk-produk ilmu pengetahuan dan teknologi. Ia akan bergerak ke arah yang lebih canggih, lebih kecil, lebih simple, lebih complicated sejalan dengan hukum alam yang diberlakukan Tuhan.

Maka berhati-hatilah dalam semua sikap yang mengandung unsur meremehkan dan menertawakan pihak lain, jangan-jangan karena keterbatasan pengetahuan kita hari ini, pada suatu saat nanti giliran kita yang ditertawakan oleh zaman. Berhati-hatilah dalam ucapan, sikap dan perbuatan karena tidak ada kerugian sedikitpun bagi mereka yang senantiasa berhati-hati. 

Jangan Pernah Remehkan Kebaikan

Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah SWT. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah SWT

Dalam riwayat yang dituturkan Bukhari dan Muslim dikisahkan, ketika turun ayat sedekah, kaum Mukmin mengangkut barang-barang di atas punggung mereka untuk mendapatkan upah dari jasa mengangkut itu guna disedekahkan. Datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak, orang-orang mencela, ‘Ah, ia hanya pamer saja’. Kemudian datang lagi orang lain lalu bersedekah dengan satu sha kurma, orang-orang mencela, ‘Sebenarnya Allah tidak memerlukan makanan satu sha ini’.

Turunlah ayat, “Orang-orang yang mencela kaum Mukmin yang bersedekah dengan suka rela dan mencela mereka yang tidak memiliki sesuatu untuk sedekah kecuali sebatas kemampuan, maka orang-orang itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah: 79).

Melalui ayat itu, Allah SWT hendak membantah anggapan orang-orang munafik bahwa sedekah yang sedikit tidak ada artinya. Bagi Allah, kebaikan itu tidak dinilai dari segi kualitas, tetapi kuantitas. Alqur’an sendiri menegaskan, yang dilihat oleh Allah SWT adalah mutu perbuatan, bukan banyaknya. “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik perbuatannya.” (QS Al-Mulk: 2).

Bukan berarti memperbanyak perbuatan baik tidak perlu. Yang bijak adalah terus berbuat baik sambil berusaha meningkatkan kualitas kebaikan yang kita lakukan. Dimana saja dan kapan saja, hendaknya kita menyempatkan waktu untuk berbuat baik. Jangan pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan. Rasulullah SAW mengajarkan, “Takutlah kamu kepada neraka, meski dengan bersedekah sebutir kurma.” (HR Bukhari). Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Jangan pernah kamu meremehkan kebaikan, meski dengan menyambut saudaramu dengan wajah berseri.” (HR Muslim).

Kebaikan yang menurut kita remeh belum tentu demikian di mata Allah SWT. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, suatu ketika ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sebuah sumur. Hampir saja ia mati karena kehausan, sebelum ada seorang pelacur Bani Israil melihatnya. Wanita itu lalu melepaskan sepatunya kemudian mengambilkan air dan meminumkannya untuk anjing tadi, maka dengan perbuatannya itu diampunilah wanita tersebut.

Betapa berharga nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Terlebih jika pelakunya orang Mukmin. Allah SWT memberikan keutamaan bagi orang Mukmin di atas orang kafir. Menurut Ibnu Abbas, jika orang kafir mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah SWT akan melihatnya, tetapi Dia tidak memberinya pahala di akhirat. Sebaliknya, jika orang Mukmin yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah, maka Allah SWT akan menerima dan melipatgandakan balasan baginya di akhirat.

Selain meruah, jalan menuju kebaikan juga berongkos murah. Melakukan shalat cukup bermodal tekad. Demikian pula puasa. Zakat dan haji malah hanya dikhususkan bagi orang kaya. Mereka yang tidak memiliki modal harta seperti kaum kaya, ikutlah paket ibadah yang bebas biaya tetapi pahalanya tidak kalah dari mereka.

Dalam riwayat Muslim diceritakan, orang-orang fakir dari golongan Muhajirin datang kepada Rasulullah SAW. Mereka mengadu karena merasa kalah pahala dibanding orang-orang kaya yang memiliki kelebihan harta. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Bukankah Allah SWT telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat kamu gunakan untuk bersedekah. Sungguh dalam setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, memerintahkan kebaikan itu sedekah, mencegah kemungkaran itu sedekah, dan bahkan bersetubuh dengan istri juga sedekah.”

Allah SWT memberikan kesempatan secara adil kepada setiap orang untuk berbuat baik. Yang merasa sudah melakukan perbuatan hebat, belum tentu pahalanya lebih besar dari mereka yang hanya mampu melakukan perbuatan kecil. Rasulullah SAW pernah mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim, ada tiga golongan yang menghadap Allah SWT dengan segudang kebaikan, tetapi mereka justru dilemparkan ke neraka. Mereka adalah syuhada yang gugur di medan juang tetapi mengharap status pahlawan, cerdik pandai yang mengajarkan ilmu agar disebut ulama, dan orang berharta yang selalu berderma supaya dianggap dermawan.

Kita tidak pernah tahu mana di antara kebaikan kita yang dipandang berkualitas oleh Allah SWT. Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah SWT. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah SWT. Karena itu, sungguh naif ketika kita hanya mau melakukan kebaikan besar, dan mengabaikan kebaikan kecil.

Shalihah itu...

Suatu ketika, Haulah binti Tsa’labah mengadukan pertikaian dengan suaminya Aus bin Shamith kepada Rasulullah saw. Menurut dia, suaminya pernah mengatakan kalau dirinya seperti punggung ibu suaminya.

Hal itu diadukan Haulah sebagai perilaku buruk suaminya. Setelah mendengar berita itu, Rasul pun berkata, “Suruh suamimu agar membebaskan budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut.”

“Suamiku sudah tua renta dan kemungkinan dia tidak mampu berpuasa,” jawab Haulah. “Kalau begitu, suruhlah untuk memberi makan 60 orang miskin dengan satu orang satu shaq kurma,” ujar Rasul kepada wanita pengadu.

“Suamiku tidak memiliki kurma sebanyak itu Rasulullah,” tegas Haulah. “Kalau bagitu, saya akan membantunya sebagian,” kata Rasul.

“Dan, aku pun nanti akan membantunya sebagian lagi,” Haulah melanjutkan. “Kamu adalah wanita yang baik, pulanglah dan sedekahilah suamimu. Dan jangan lupa, nasihatilah dia,” imbau Rasul. Lalu, Haulah pun pulang dan segera melaksanakan pesan Rasulullah.

Petikan cerita Haulah menggambarkan bagaimana pola seorang perempuan yang sudah merasakan sakit hati karena telah dihina oleh suami.

Secara umum, biasanya hinaan tersebut akan disambut pula dengan hinaan, sehingga terjadi saling menghina. Ataupun, istri diam saja, tetapi berencana untuk menikam dari belakang.

Problematika demikian terbukti adanya. Sering terjadi konflik dalam rumah tangga hanya karena saling menghina serta berkata kasar dan tidak senonoh.

Meskipun sekadar salah memilih kata, hal itu bisa berpotensi menimbulkan perpisahan rumah tangga. Namun, Haulah memberikan contoh perilaku yang berbeda.

Dirinya dengan senang hati mengadukan permasalahan pribadinya kepada Rasulullah untuk meminta pencerahan. Setidaknya, ada beberapa hal yang dapat dijadikan referensi dari langkah Haulah.

Pertama, dia mampu membingkai sakit hatinya dengan kebijakan. Kedua, Haulah berlaku positif serta egaliter dalam menyikapi pertikaian dengan suaminya.

Kedua hal itu seperti dikonsepkan Islam sebagai ciri seorang salihah. Haulah mau berupaya taat dan mampu menyelesaikan segala permasalahan, kemudian mencari solusi bersama (QS 4:34).

Di sisi lain, suami juga mestinya tidak serta-merta mengerdilkan langkah istri. Sebab, hal yang menjadi dasar untuk menemukah islah bukanlah saling mengadu kekuatan, tetapi saling memahami di antara keduanya.

Allah SWT menegaskan pada suami, jika suatu saat seorang suami membenci istrinya, sebaiknya ia bersabar terlebih dahulu.

Bisa saja Allah akan menjadikan istrinya itu sebagai sumber kebaikan (QS 4:19). Menurut Imam Shawi, kejelekan yang ada dalam diri istri nantinya bisa saja menjadi cikal-bakal lahirnya generasi yang lebih baik.

Pada intinya, yang harus dibangun lebih awal sebagai pondasi adalah kesadaran antara suami dan istri. Kemudian, terjadi mufakat di antara keduanya berdasarkan cinta dan barulah terwujud keadaan harmonis di antara suami dan istri. 

Dahsyatnya Shalat Subuh Berjamaah

Sahabat yang semoga dirahmati Allah Swt, ada seorang bapak telah mendapat surat peringatan dari kantornya karena selalu telat datang ke kantor. Maka untuk menghindari surat peringatan yang berikutnya, ia selalu berusaha bangun pagi agar tidak telat lagi. Lihatlah betapa bapak ini begitu taat dan takut kalau dia datang kesiangan ke kantor karena aturan manusia.

Sekarang pernakah kita berpikir berapa kali kita sering telat bangun pagi untuk shalat subuh berjamaah? Dan pernahkah kita merasa takut akan surat peringatan dan sanksi dari Allah Swt, sebagaimana bapak yang di atas begitu takut terkena sanksi dari atasannya.

Rasulullah saw pernah bersabda, sesungguhnya Shalat Subuh dan dan Sholat Isya’ secara berjamaah di masjid sangat sulit dikerjakan oleh orang-orang yang munafik. Maukah sanksi dan gelar ini melekat pada diri kita? Tentu tidak. Maka marilah kita bangun pagi untuk melaksanakan perintah Allah. Sebagaimana bapak tersebut tidak mau kesiangan karena perintah atasannya.

Allah Swt akan mengubah apa yang terjadi di muka bumi ini dari kegelapan menjadi keadilan, dari kerusakan menuju kebaikan. Semua itu terjadi pada waktu yang mulia, ialah waktu Subuh.

Berhati-hatilah, jangan sampai tertidur pada saat yang mulia ini. Allah Swt akan memberikan jaminan kepada orang yang menjaga salat Subuhnya, yaitu terbebas dari siksa neraka jahanam.

Diriwayatkan dari Ammarah bin Ruwainah ra, ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Tidak akan masuk neraka, orang yang salat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari'." (HR Muslim).

Shalat Subuh merupakan hadiah dari Allah Swt. Hadiah ini tidak diberikan, kecuali kepada orang-orang yang taat lagi bertobat. Hati yang diisi dengan cinta kemaksiatan, bagaimana mungkin akan bangun untuk shalat Shubuh

Orang munafik tidak mengetahui kebaikan yang terkandung dalam shalat Subuh berjamaah di masjid. Sekiranya mereka mengetahui kebaikan yang ada di dalamnya, niscaya mereka akan pergi ke masjid, bagaimanapun kondisinya, seperti sabda Rasulullah saw, " Maka mereka akan mendatanginya, sekalipun dengan merangkak."

Seni Menikmati Air Mata

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (Qs Aali imran: 185)

Pergantian siang dan malam, bahagia dan duka, juga antara hidup dan mati, Allah pergilirkan sesuai dengan apa yang telah Dia gariskan untuk segenap hamba-hambaNya. Bukan tanpa maksud Allah mempergilirkan segala yang terjadi di langit maupun bumi.

Tujuan dari pergiliran itu adalah agar manusia ‘belajar’ dalam hidupnya. Belajar bahwa untuk mendapatkan kesempurnaan pahala, membutuhkan usaha selama di dunia. Usaha itu salah satunya adalah menanam amal baik kepada Allah dan sesama. Dalam ‘usaha’ pendekatan diri pada Allah itulah bahagia dan duka menemani kita.

Air mata sebagai simbol keikhlasan maupun ketidakrelaan atas ketetapan Tuhan Goresan tinta takdirNya seakan sulit diterima makhluk-Nya. Kendati memang, apapun yang digariskan adalah demi kebaikan hamba-hambaNya.

Airmata adalah anugerah yang Allah berikan sebagai bukti bahwa adakalanya manusia ditimpa cobaan hingga mereka tak sanggup lagi memikulnya, maka Tuhan menjadi sandaranNya agar ia menjadi kuat. Pun saat makhluk tak lagi menjadi ‘sahabat’ untuk semua beban hidup kita, ada Sang Maha Segalanya yang mau meringankan beban hidup, tanpa pandang seberapa berat beban itu. Dalam hal ini, Rasulullah Saw menganjurkan untuk memperbanyak bacaan hauqalah (Laa haula walaa quwwata illa billah) sebagai bukti bahwa kita tak memiliki daya apapun atasNya.

Alquran sebagai sebaik-baiknya pedoman hidup juga berbicara perihal airmata (tangisan). Dua di antaranya ialah tangisan Ahli Kitab saat mereka mengetahui kebenaran Nabi Muhammad Saw. salah satu di antara mereka ialah paman Sayyidatina, Siti Khadijah Waraqah bin Naufal.

“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Alquran dan kenabian Muhammad s.a.w.)”. (Qs al-Maaidah: 83)

Airmata jenis ini dirasakan oleh Ahli Kitab yang hatinya tersentuh oleh sebuah hidayah. Mereka merasa mendapatkan kebenaran atas Alquran yang dibawa oleh Rasulullah Saw. inilah jenis airmata simbol keharuan yang meninggalkan ketenangan yang luar biasa dahsyat dari Allah Swt.

Airmata kedua ialah airmata Nabiyallah Ya’kub as sebab menahan kerinduan pada anaknya, Yusuf as.

“Dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata: "Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih karena kesedihan dan dia adalah seorang yang menahan amarahnya (terhadap anak-anaknya).
Mereka berkata: "Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf, sehingga kamu mengidapkan penyakit yang berat atau termasuk orang-orang yang binasa".
Ya'qub menjawab: "Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa yang kamu tiada mengetahuinya." (Qs Yusuf: 84-86)
           
Pada tingkat airmata ini, Ya’qub as sudah memiliki kepasrahan total pada Allah sehingga ia sudah bersahabat dengan airmata dan duka. Kehilangan buah hati yang amat dicintanya disusul kehilangan Bunyamin, putra keduanya, membuat Ya’qub bertambah sedih. Namun, ia nikmati semua itu sebagai buah pengabdian dirinya pada Tuhan.

Oleh-oleh Isra' Mi'raj

Sekembalinya seseorang dari menempuh perjalanan jauh selalu membawa oleh-oleh untuk keluarga, sanak famili, dan tetangganya. Pun dengan perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Beliau membawa oleh-oleh untuk umatnya. Setiap oleh-oleh yang dibawa Nabi pasti memiliki manfaat bagi manusia. Oleh-oleh yang dimaksud adalah perintah shalat lima waktu.

Sungguh merugi orang yang shalat, namun ia tidak dapat merasakan manfaatnya. “Maka, kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS al-Maa’un [107]: 4-5).

Di antara manfaat shalat itu, pertama, sebagai pembuka pintu surga. Nabi bersabda, “Kunci surga adalah shalat dan kunci shalat adalah wudhu.” (HR Tirmidzi).

Kedua, sebagai penerang hati. Shalat mendidik jiwa, menajamkan nurani, dan menerangi hati melalui lentera kebesaran dan keagungan. Nabi bersabda, “Shalat itu adalah cahaya penerang bagi seorang Mukmin.” (HR Ibnu Majah).
Ketiga, meraih ketenangan dan kebahagiaan. Seseorang yang mendirikan shalat berarti sedang menghadap Allah secara langsung tanpa perantara.

Dengan keadaan seperti itu, perasaan dekat kepada-Nya menyelimuti jiwa, kebersamaan dengan-Nya memenuhi dada yang diiringi rasa tenteram, percaya diri, dan penuh keyakinan.

Kondisi itu pula yang mengantarkan seseorang untuk sujud dan rukuk dengan penuh khusyuk, seraya memohon pertolongan-Nya.

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang beriman. (Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.” (QS al-Mukminun [23]: 1-2).

Keempat, menghapus dosa. Setiap manusia tidak luput dari salah dan dosa. Salah satu sarana untuk menghapus dosa adalah dengan menjaga shalat lima waktu. Nabi bersabda, ”Begitulah seperti halnya shalat lima waktu yang menghapuskan dosa-dosa.” (HR Muslim).

Kelima, mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dengan kata lain, menjalankan shalat dengan benar dapat mencegah berbagai bentuk kemungkaran.

Hal ini menunjukkan, shalat dapat mempercantik perilaku dan memperindah diri dengan akhlak mulia. “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (QS al-Ankabut [29]: 45).

Dalam hadis Nabi disebutkan, ”Barang siapa yang mendirikan shalat tetapi dirinya tidak terhindar dari perbuatan keji dan munkar maka hakikatnya dia tidak melaksanakan shalat.” (HR Thabrani).

Keenam, menjadi pembeda antara Mukmin dengan kafir. Nabi bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dan kemusyikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Dalam hadis lain, “Kesepakatan yang mengikat kita dengan mereka adalah shalat. Barang siapa yang meninggalkan shalat berarti telah kafir.” (HR Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).

Karena itu, kewajiban shalat tidak akan pernah lepas dari seorang Muslim. Ia tidak dapat gugur hanya karena sakit atau bepergian. Di mana pun seorang Muslim berada, ia tetap berkewajiban mendirikan shalat.

“Dan, bumi ini dijadikan untukku baik dan suci sebagai tempat bersujud. Jika waktu shalat datang pada setiap umatku, hendaknya ia mendirikannya di manapun ia berada.” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahu a’lam.