Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dilarang, karena korupsi merusak mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa dikenakan tindak pidanan sebagaimana hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus memahami dan kemudian merealisasikannya dalam perbuatan.
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 188 Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
A. LARANGAN MENYUAP (RISYWAH)
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash r.a. berkata Rasulullah melaknat penyuap dan yang diberi suap”. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh Ahmad dalam kitab al-Qadha, oleh Ibnu Majah dalam al-Ahkam, dan oleh At-Tabrani dalam as-Shagir. Kata al-Haitami, para perawinya orang-orang yang terpercaya. Penyusun kitab Subulussalam menyebutkan hadis ini dalam bab riba, karena sesungguhnya kutukan kepada orang tersebut memberikan pengertian bahwa pengambilan harta orang lain itu menyerupai riba.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Banyak yang memberikan definisi tentang suap
ini sehingga menurut istilah dikenal beberapa pengertian suap, seperti uraian
berikut:
1. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut dapat menolong orang yang memberi. Maksudnya, sesuatu yang dapat berupa uang ataupun harta benda yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan meraih sesuatu yang diinginkan, berkat bantuan orang yang diberi tersebut.
2. Suap adalah sesuatu yang diberikan setelah seseorang meminta pertolongan secara kesepakatan.
3. Suap adalah sesuatu yang diberikan untuk mengeksloitasi barang yang hak menjadi batil dan sebaliknya. Artinya sesuatu ini diserahkan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan kepada orang lain supaya ia ditolong walaupun dalam urusan yang tidak dibenarkan oleh syara’.
4. Suap adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang agar orang yang diberi itu memberi hukuman dengan cara yang batil atau memberi suatu kedudukan atau supaya berbuat dzalim.
5. Suap adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya supaya orang itu mendapatkan kepastian hukum atau memperoleh keinginannya.
1) UNSUR-UNSUR SUAP
Di atas telah dikemukakan beberapa versi tentang definisi suap, maka di sini dapat digarisbawahi bahwa unsur-unsur suap adalah sebagai berikut:
Penerima suap, yaitu orang yang menerima sesuatu dari orang lain baik berupa harta atau uang maupun jasa supaya mereka melaksanakan permintaan penyuap, padahal tidak dibenarkan oleh syara’, baik berupa perbuatan atau justru tidak berbuat apa-apa.
Pemberi suap, yaitu orang yang menyerahkan harta atau uang atau jasa untuk mencapai tujuannya.
Suapan, yaitu harta atau uang/barang atau jasa
yang diberikan sebagai sarana untuk mendapatkan benda dan atau sesuatu yang
didambakan, diharapkan, atau diterima.
2) MACAM-MACAM SUAP
a. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
2) MACAM-MACAM SUAP
a. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
Halal itu jelas, haram itu jelas. Hak itu kekal dan batil itu sirna. Syariat Allah merupakan cahaya yang menerangi kegelapan yang menyebabkan orang-orang mukmin terpedaya dan para pelaku kejahatan tertutupi dan terlindungi. Maka, setiap yang dijadikan sarana untuk menolong kebatilan atas kebenaran itu haram hukumnya.
b. Suap untuk
mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksai harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya.
Secara naluri, manusia memiliki keinginan untuk berintraksi sosial, berusaha berbuat baik. Akan tetapi, terkadang manusia khilaf sehingga terjerumus ke dalam kemaksiatan dan berbuat dzalim terhadap sesamanya, menghalangi jalan hidup orang lain sehingga orang itu tidak memperoleh hak-haknya. Akhirnya, untuk menyingkirkan rintangan dan meraih hak-haknya terpaksai harus menyuap. Suap-menyuap dalam hal ini (dilakukan secara terpaksa), menurut Abdullah bin Abd. Muhsin suap menyuap dalam kasus tersebut bisa ditolerir (dibolehkan). Namun ia harus bersabar terlebih dahulu sampai Allah membuka jalan baginya.
Sekarang yang menjadi perntanyaan, siapakah yang berdosa apabila terjadi kasus suap-menyuap seperti itu? Yang menyuap atau yang menerma suap? Ataukah keduanya? Dalam hal ini ada dua pendapat:
Pertama, menurut jumhur ulama, yang menanggung dosa hanya penerima suap. Kedua, menurut Abu Laits as-Samarqandi berkata, “Dalam kasus seperti ini (suap untuk mencegah kedzaliman) tidak ada masalah jika seseorang menyerahkan hartanya kepada orang lain demi mencari kebenaran.”
Korupsi baik terhadap umum maupun milik Negara
yang dianggap sebagai perbuatan salah/curang diharamkan dalam Islam dan diancam
dengan adzab akhirat. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali
Imran ayat 161 :
.
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar, yang dikhianati oleh Allah dan Rasulnya. Karena perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak menerima pemberian apapun dari pihka manapun selain gajinya sebagai hakim.
“Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar, yang dikhianati oleh Allah dan Rasulnya. Karena perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak menerima pemberian apapun dari pihka manapun selain gajinya sebagai hakim.
Untuk mengurangi perbuatan suap-menyuap dalam masalah hukum, jabatan hakim lebih utama diberikan kepada mereka yang berkecukupan karena kemiskinan seorang hakim akan mudah membawa dirinya untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
Sebenarnya, suap menyuap tidak hanya dilarang dalam masalah hukum saja, tetapi dalam berbagaia aktkivitas dan kegiatan. Dalam beberapa hadis lainnya, suap menyuap tidak dikhsuskan terhadap masalah hukum saja, tetapi bersifat umum, seperti dalam hadis:
“Dari Abdullah bin Amr, berkata: “Rasulullah SAW melaknat penyuap dan orang yang disuap. (HR. Turmudzi)
Misalnya dalam penerimaan tenaga kerja, jika dilakukan karena adanya besarnya uang suap, bukan pada profesionalisme dan kemampuan, hal itu diyakini akan merusak kualitas dan kuantitas hasil kerja, bahkan tidak tertutup kemungkinan bahwa pekerja tersebut tidak mampu melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, sehingga akan merugikan rakyat.
Begitu pula suatu proyek atau tender yang didapatkan melalui uang suap, maka pemenang tender akan mengerjakan proyeknya tidak sesuai program atau rencana sebagaimana yang ada dalam gambar, tetapi mengurangi kualitasnya agar uang yang dipakai untuk menyuap dapat ditutupi dan tidak dapat tertutupi dan ia tidak merugi, sehingga tidak jarang hasil pekerjaan tidak tahan lama atau cepat rusak, seperti banyak jalan dan jembatan yang seharusnya kuat 10 tahun, tetapi baru lima tahun saja telah rusak.
Dengan demikian, kapan di mana saja, suap akan menyebabkan kerugian bagi masyarakat banyak, dengan demikian, larangan Islam untuk menjauhi suap tidak lain agar manusia terhindar dari kerusakan dan kebinasaan di dunia dan disiksa Allah SWT kelak di akherat.
Sangat disayangkan, suap menyuap dewasa ini sudah menjadi penyakit menahun yang sangat sulit untuk disembuhkan, bahkan disinyalir sudah membudaya, segala aktivitas, baik yang berskala kecil maupun besar tidak terlepas dari suap menyuap. Dengan kata lain, sebagaimana diungkapkan M.Qurais Shihab bahwa masyarakat telah melahirkan budaya yang tadinya munkar (tidak dibenarkan) dapat menjadi Ma’ruf (dikenal dan dinilai baik) apabila berulang-ulang dilakukan banyak orang yang ma’ruf maupun dapat menjadi munkar bila tidak lagi dilakukan orang.
B. LARANGAN BAGI PEJABAT UNTUK MENERIMA HADIAH
Terdapat hadis Nabi yang datang dari Abu Humaid Assa’id r.a berkata, “Rasulullah mengangkat seorang pegawai untuk menerima sedekah/zakat, kemudian setelah selesai ia datang kepada Nabi SAW dan berkata, “Ini untukmu dan ini untuk hadiah yang diberikan orang kepadaku.” Maka Nabi SAW bersabda kepadanya, “Mengapa anda tidak duduk saja di rumah ayah atau ibu anda untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak (oleh orang)? “Kemudian sesudah shalat, Nabi SAW berdiri, setelah tasyahud memuji Allah selayaknya, lalu bersabda, “Amma ba’du, mengapakah seorang pegawai yang diserahi amal, kemudian ia datang lalu berkata, ini hasil untuk kamu dan ini aku diberi hadiah.
Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah atau
ibunya untuk melihat apakah diberi hadiah atau tidak, Demi Allah yang jiwa
Muhammad di tangan-Nya tiada seorang yang menyembunyikan sesuatu (korupsi) melainkan
ia akan menghadap di hari kiamat memikul di atas lehernya, jika berupa onta
bersuara, atau lembu yang menguak atau kambing yang mengembik, maka sunggu aku
telah menyampaikan. Abu hamid berkata, “Kemudian Nabi SAW mengangkat kedua
tangannya sehingga aku dapat melihat putih kedua ketiaknya.” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadis di atas dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.
A. Kesimpulan
Hadis di atas dalil tentang haramnya memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya.
A. Kesimpulan
Korupsi merupakan salah satu bentuk perbuatan
yang dilarang, karena korupsi merusak mental atau akhlak suatu bangsa yang bisa
dikenakan tindak pidanan sebagaimana hukumannnya. Untuk menanggulanginya, harus
memahami dan kemudian merealisasikannya dalam perbuatan.
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Kata suap yang dalam bahasa Arab disebut “Rishwah” atau “Rasyi”, secara bahasa bermakna “memasang tali, ngemong, mengambil hati”
Adapun
macam-macam suap adalah :
1. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2. Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya
B. Saran
Dengan adanya penjelasan di makalah ini semoga kita semua memahami betul akan bahayanya korupsi dan kolusi jika masih tetap menyebar luas di tanah air ini. Dan semoga kita semua terhindar dari apa yang namanya korupsi, kolusi dan perbuatannya yang lainnya yang dilarang oleh Agama Islam.
1. Suap untuk membatilkan yang haq atau membenarkan yang batil.
2. Suap untuk mempertahankan kebenaran dan mencegah kebatilan serta kedzaliman.
Hadis Nabi menerangkan bahwa haram hukumnya bahwa memberi hadiah dan menerimanya terhadap seorang pejabat. Hal itu merupakan pengkhianatan, karena ia berkhianat terhadap jabatan atau kekuasaannya
B. Saran
Dengan adanya penjelasan di makalah ini semoga kita semua memahami betul akan bahayanya korupsi dan kolusi jika masih tetap menyebar luas di tanah air ini. Dan semoga kita semua terhindar dari apa yang namanya korupsi, kolusi dan perbuatannya yang lainnya yang dilarang oleh Agama Islam.
wow
ReplyDelete