Umumnya masyarakat Indonesia senang gosip. Padahal menurut guru saya, orang yang senang gosip itu adalah orang yang kecerdasannya di bawah rata-rata. Sementara orang yang benar-benar cerdas dan hebat itu bicara tentang ide dan gagasan.
Lebih parah lagi, banyak orang yang gampang bergosip dan menilai bahwa ini orang hebat, atau itu adalah penjahat hanya berdasarkan “katanya”. Saya dulu pernah tertipu gara-gara bermitra dengan orang yang salah. Teman saya yang merekomendasikan berkata, “Katanya sih orang ini bisa dipercaya.” Ternyata setelah berbisnis, ia membawa lari uang saya.
Saya juga pernah menilai seseorang dengan sesuatu yang negatif gara-gara ada yang berkata, “Hati-hati mas, katanya orang itu sering menipu.” Faktanya, bertahun-tahun saya bergaul dan bersahabat dengan orang ini ternyata belum pernah ia menipu.
Kita tak boleh mudah percaya atau menuduh, apalagi hanya “katanya”. Kita perlu membiasakan diri berbicara dengan fakta, bukan “katanya”. Hindari pula percaya begitu saja dengan berita dari media. Apalagi media sekarang banyak yang dimiliki oleh orang yang punya kepentingan di dalam kehidupan berpolitik dan bisnis di Indonesia.
Mari kita lebih fokus pada ide dan gagasan bermutu daripada berita murahan yang terkadang penuh rekayasa. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa gosip itu buruk, tak membawa kebaikan apapun dalam hidup kita. Bahkan, gosip dan pernyataan “katanya” itu sangat mengotori pikiran dan hati kita.
Begitu pula, mari kita menjauhkan menghakimi bahwa orang ini baik atau jahat hanya bersumber pada “katanya”. Tak terlalu banyak faedahnya memberi label kepada orang lain. Masih banyak kebaikan yang belum kita lakukan, lalu mengapa kita menyibukkan diri dengan memberi label kepada orang lain.
Bila kita sudah bisa melihat, menyaksikan atau mendengar sendiri dengan panca indera kita saat itulah kita bisa menilai orang lain. Bila baik tirulah, bila menyesatkan jauhilah. Setelah itu, sibukkan lagi dengan kebaikan-kebaikan yang masih banyak terhidang di depan mata. Sungguh terlalu rugi bila kita menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu yang hanya “katanya”.
Lebih parah lagi, banyak orang yang gampang bergosip dan menilai bahwa ini orang hebat, atau itu adalah penjahat hanya berdasarkan “katanya”. Saya dulu pernah tertipu gara-gara bermitra dengan orang yang salah. Teman saya yang merekomendasikan berkata, “Katanya sih orang ini bisa dipercaya.” Ternyata setelah berbisnis, ia membawa lari uang saya.
Saya juga pernah menilai seseorang dengan sesuatu yang negatif gara-gara ada yang berkata, “Hati-hati mas, katanya orang itu sering menipu.” Faktanya, bertahun-tahun saya bergaul dan bersahabat dengan orang ini ternyata belum pernah ia menipu.
Kita tak boleh mudah percaya atau menuduh, apalagi hanya “katanya”. Kita perlu membiasakan diri berbicara dengan fakta, bukan “katanya”. Hindari pula percaya begitu saja dengan berita dari media. Apalagi media sekarang banyak yang dimiliki oleh orang yang punya kepentingan di dalam kehidupan berpolitik dan bisnis di Indonesia.
Mari kita lebih fokus pada ide dan gagasan bermutu daripada berita murahan yang terkadang penuh rekayasa. Tanamkan dalam pikiran kita bahwa gosip itu buruk, tak membawa kebaikan apapun dalam hidup kita. Bahkan, gosip dan pernyataan “katanya” itu sangat mengotori pikiran dan hati kita.
Begitu pula, mari kita menjauhkan menghakimi bahwa orang ini baik atau jahat hanya bersumber pada “katanya”. Tak terlalu banyak faedahnya memberi label kepada orang lain. Masih banyak kebaikan yang belum kita lakukan, lalu mengapa kita menyibukkan diri dengan memberi label kepada orang lain.
Bila kita sudah bisa melihat, menyaksikan atau mendengar sendiri dengan panca indera kita saat itulah kita bisa menilai orang lain. Bila baik tirulah, bila menyesatkan jauhilah. Setelah itu, sibukkan lagi dengan kebaikan-kebaikan yang masih banyak terhidang di depan mata. Sungguh terlalu rugi bila kita menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu yang hanya “katanya”.
0 komentar:
Post a Comment