Bismillahirrahmanirrahim
Imam Muslim dan lainnya
telah meriwayatkan dari Muawiyyah bin al-Hakam as-Sulami Radhiyallahu ‘anhu ia
berkata.
“Artinya : Aku memiliki
sekawanan kambing yang berada diantara gunung Uhud dan Jawwaniyah, disana ada
seorang budak wanita. Suatu hari aku memeriksa kambing-kambing itu, tiba-tiba
aku dapati bahwa seekor serigala telah membawa (memangsa) salah satu diantara
kambing-kambing itu, sementara aku seorang manusia biasa, aku menyesalinya,
lalu aku menampar wanita itu. Kemudian kudatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan kuceritakan kejadian tersebut kepadanya, beliaupun membesarkan
peristiwa itu atasku, maka kukatakan (kepadanya) : ‘Wahai Rasulullah, tidakkah
(lebih baik) aku memerdekakannya?’ Beliau berkata : ‘Panggillah ia!’ Lalu aku
memanggilnya, maka beliau berkata kepadanya : ‘Dimana Allah?’ Wanita itu
menjawab : ‘Di langit’. Beliau bertanya lagi : ‘Siapakah aku?’ Ia menjawab :
‘Engkau adalah utusan Allah!’ Beliau berkata : ‘Bebaskanlah (merdekakanlah
dia)! karena sesungguhnya dia adalah seorang wanita yang beriman’.” [Ahmad
V/447, Muslim No. 537]
Pelajaran apa yang bisa
diambil dari hadits diatas??
Tentunya bagi seorang
muslim yang benar keimanannya akan segera tunduk dan pasrah dengan apa yang
dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mendahulukan
Al-Qur’an & As-sunnah diatas seluruh ucapan atau pendapat manusia yang
menyelisihi keduanya, walaupun semua manusia didunia ini sepakat untuk
menyelishi keduanya.
Dari hadits yang mulia
diatas mengandung pelajaran akidah yang sangat berharga bagi seorang muslim
yaitu meyakini bahwasanya Allah Ta’ala ada di langit, sebagaiman firmanNya :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam diatas Arsy.” (Thaha:5)
Lihatlah bagaimana
rasulullah صلى الله عليه وسلم menghukumi budak tersebut sebagai seorang mukminah ketika dia
menyatakan bahwasannya Allah سبحان وتعالى ada di langit bersamaan dengan
pengakuannya bahwa beliau صلى الله عليه وسلم adalah Rasulullah. Sehingga nampak di sini
bahwasannya tidaklah cukup seseorang dinyatakan sebagai mukmin setelah dia
meyakini bahwa nabi kita Muhammad صلى الله عليه وسلم adalah rasulullah sampai dia meyakini
bahwa Allah سبحان وتعالى ada di langit.
Masih ragukah kita
sebagai seorang muslim akan perkara ini??
Siapa lagi yang kita
jadikan panutan dalam agama kalau bukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam? lantas apakah dengan adanya hadits ini kemudian kaum muslimin
meyakininya? atau justru mereka lebih cenderung dengan pendapat-pendapat
manusia yang menyelisihi akidah yang disebutkan diatas??.
kalau kita sodorkan
pertanyaan ini kepada kaum muslimin yang ada sekarang, akan kita dapatkan
kebanyakan mereka tidak menjawab dengan jawaban yang tepat. Mereka akan
menjawab dengan jawaban yang berbeda dengan jawaban budak perempuan tersebut,
dengan mudahnya lisan-lisan mereka akan mengatakan “ Allah ada di mana- mana !”
atau dengan ungkapan yang lain yang intinya tidak mengakui dan tidak menetapkan
bahwa Allah سبحان وتعالى ada di langit. Padahal di hadapan mereka ada Al- Qur’an yang
menjelaskan dengan penjelasan yang lebih dari cukup tentang penetapan yang
demikian. Apalagi hal tersebut disokong dengan hadits-hadits yang shahih yang
banyak dan ditambah lagi dengan perkataan para sahabat رضى الله عنهم dan para
tabi’in serta ‘ulama dari kalangan mazhab yang empat dan selain mereka, yang
sedikitpun tidak akan menimbulkan keraguan di hati seorang mukmin yang masih
bersih hatinya dan selamat fithrahnya bahwa Rabbnya ( Allah سبحان وتعالى ) ada di
langit, istiwa’[1]di atas Arsy- Nya.
Allah Ta’ala berfirman :
“Artinya : Maka jika
mereka beriman kepada apa yang telah kamu beriman kepadanya, sungguh mereka
telah mendapat petunjuk ; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada
dalam permusuhan denganmu.” [Al-Baqarah : 137]
Maukah kita menjadi
penentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara ini? beliau
mengajarkan kita bahwasanya Allah سبحان وتعالى ada di langit, istiwa’[2]di atas Arsy-
Nya. Sedangkan kita meyakini bahwa Allah Ta’ala “ada dimana-mana”?, atau
meyakini selain yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?
Demikianlah akidah
shahihah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan
diwarisi turun-temurun oleh para Ulama As-Salaf hingga sekarang, hanya saja
munculnya kelompok sesat dari kalangan Jahmiyyah dan Mu’tazilah menyebabkan
banyak dari kaum muslimin yang tertipu dan terjangkiti akidah rusak yang
mengatakan “Allah ada dimana-mana”
Dalil-Dalil Bahwa Allah
di Atas Arsy
Sungguh tidak syak (ragu)
lagi terutama bagi orang yang mau membaca ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wsallam serta kitab-kitab ulama As-Salaf bahwa Allah
berada di atas ‘arsy (singgasana)-Nya di atas langit. Berikut ini
dalil-dalilnya.
Pertama : Dalil dari
al-Qur’an.
Banyak sekali dalil-dalil
al-Qur’an yang menunjuk akan hal ini, dan semua itu tersebut pada tujuh tempat
di dalam Al-Al-Qur’an, berikut ini ayat-ayat tersebut:
1. الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam diatas Arsy”.(Thaha:5)Berkata Mujahid bin Jabr dalam
menafsirkan kalimat istiwa’: “tinggi diatas Arsy”
2. إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari , lalu dia
bersemayam diatas Arsy”.(Al-A’raf :54)
3. إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
“Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari , lalu dia
bersemayam diatas Arsy untuk mengatur segala urusan”.(Yunus :3)
4. اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى
عَلَى الْعَرْشِ
“Allah-lah yang
meninggikan langit tanpa tiang (sebagimana) yang kamu lihat, kemudian dia
bersemayam diatas Arsy”.(Ar-Ra’d:2)
5. الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ
أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Yang menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia
bersemayam diatas Arsy”.(Al-furqan:59)
6. لَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي
سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ
وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلَا تَتَذَكَّرُونَ
“Allah-lah yang
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari,
kemudian dia bersemayam diatas Arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripadaNya seorang
penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafaat . Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?”.(As-Sajadah: 4)
7. هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Dialah yang menciptakan
langit dan bumi dalm enam hari, kemudian dia bersemayam diatas Arsy”. (Al-Hadid
:4)
Kedua : Dalil dari
As-Sunnah
Ketinggian Alloh di atas
langit juga ditegaskan dalam banyak sekali hadits Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan beberapa versi, baik berupa perkataan, perbuatan, dan
taqrir (persetujuan). Seperti sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ لَمَّا قَضَى الْخَلْقَ كَتَبَ عِنْدَهُ فَوْقَ عَرْشِهِ إِنَّ
رَحْمَتِيْ سَبَقَتْ غَضَبِيْ
Sesungguhnya Alloh
tatkala menetapkan penciptaan, Dia menulis di sisi-Nya di atas ‘arsy:
“Rahmat-Ku mengalahkan kemarahan-Ku.” (HR. Bukhari 7422 dan Muslim 2751)
Dan juga sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فيِ السَّمَاءِ
Tidakkah kalian
mempercayaiku padahal aku dipercaya oleh Dzat yang di atas langit. (HR.Bukhari
4351 dan Muslim 1064)
Dan telah tetap pula
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tangannya ke atas langit
pada saat khutbah di Arafah ketika mereka mengatakan, “Kami bersaksi bahwa
engkau telah menyampaikan dan menunaikan serta menasehati.” Di saat itu beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya Alloh saksikanlah.”( HR. Muslim
1218).
Nabi shalallalahu alaihi
wasallam bersabda :” wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan
langit-lanigt dan bumi serta apa-apa yang berada diantara keduanya dalam waktu
enam hari kemudian Allah beristiwa’ diatas Arsy pada hari yang keenam”.(Berkata
Al-Albaniy dalam Mukhtashar Al-’Uluw halaman 112 : “jaiyyidul isnaad”).
Dalam hadits yang panjang
dari Shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tentang keutamaan hari jum’at,
diakhir hadits nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :” dan itu merupakan
hari yang Allah beristiwa’ diatas Arsy”.( Dikeluarkan oleh Imam Asy-Syafi’iy
dalam kitabnya Al-Umm) { Lihat Ma’aarij Al-Qabul karya Asy-syaikh Hafidzh bin
Ahmad Al-Hakamiy halaman 118, cetakan kedua Muassasah Ar-Rayyan, Beirut.}
Juga hadits di awal
tulisan ini.
. ketiga : Ijma’
(Kesepakatan) Para Ulama
Para sahabat, para
tabi’in, serta para imam-imam kaum muslimin telah bersepakat akan ketinggian
Alloh di atas langit-Nya, bersemayam di atas ‘arsy-Nya. Perkataan mereka
sangatlah banyak dan masyhur, Di antaranya:
1. Imam al-Auza’i
rahinahullah berkata, “Kami dan seluruh tabi’in bersepakat mengatakan, Alloh
berada di atas ‘arsy-Nya. Dan kami semua mengimani sifat-sifat yang dijelaskan
dalam as-Sunnah.”( Shahih. Diriwayatkan Baihaqi dalam Asma’ wa Sifat 408,
adz-Dzahabi dalam al-‘Uluw hal. 102 dan dishahihkan Ibnu Taimiyah, Ibnul
Qayyim, dan al-Albani.)
2. Imam Abdullah Ibnu
Mubarak rahimahullah berkata, “Kami mengetahui Rabb kami, Dia bersemayam di
atas ‘arsy berpisah dari makhluk-Nya. Dan kami tidak mengatakan sebagaimana
kaum Jahmiyah yang mengatakan bahwa Alloh ada di sini (beliau menunjuk ke bumi).”
(Shahih. Dikeluarkan ash-Shabuni dalam Aqidah Salaf 28 dan ad-Darimi dalam
ar-Radd ala Jahmiyyah hal. 47.)
3. Berkata Imam Ibnu
Khuzaimah rahimahullah:
“kami mengimani apa yang
Allah Jalla wa ‘Alaa kabarkan, bahwa pencipta kami (Allah) beristiwa’ diatas
Arsy, kami tidak merubah kalamullah”.( Lihat Kitab At-Tauhid karya Ibnu
Khuzaimah jilid 1 halaman 230).
4. Seorang bertanya
kepada Ibnu Al-A’rabiy [3]:” apa makna firman Allah :
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
(Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah, Yang bersemayam diatas Arsy ?,
beliau menjawab:
” Allah berada diatas
ArsyNya sebagimana yang Allah Azza wa Jalla kabarkan”.
(Lihat Syarh Ushul
I’tiqad Ahlussunnah karya Imam Al-Laalakaiy jilid 3 halaman 442).
5. Imam Syafi’i
rahimahullah berkata:
الْقَوْلُ فِيْ السُّنَّةِ الَّتِيْ أَنَا عَلَيْهَا وَرَأَيْتُ عَلَيْهَا
الَّذِيْنَ رَأَيْتُهُمْ مِثْلُ سُفْيَانَ وَمَالِكٍ وَغَيْرِهِمَا الإِقْرَارُ
بِشَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
وَأَنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ فِيْ سَمَائِهِ …
Aqidah yang saya yakini
dan diyaikini oleh orang-orang yang pernah aku temui seperti Sufyan, Malik dan
selainnya adalah menetapkan syahadat bahwa tidaka ada sesembahan yang berhak
kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah dan bahwasanya Allah di atas arsy-Nya
yakni di atas langitnya. (Adab Syafi’I wa Manaqibuhu Ibnu Abi Hatim hal. 93)
6. Imam Abul Hasan
Al-Asy’ari rahimahullah berkata dalam Al-Ibanah fi Ushul Diyanah hal. 17
menceritakan aqidahnya:
وَأَنَّ اللهَ عَلَى عَرْشِهِ كَمَا قَالَ ( الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَى )
Dan bahwasanya Allah di
atas arsy-Nya sebagaimana firman-Nya: “Ar-Rahman tinggi di atas arsy”.
Pada hal. 69-76, beliau
memaparkan dalil-dalil yang banyak sekali tentang keberadaan Allah di atas
arsy. Di antara perkataan beliau:
وَرَأَيْنَا الْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعًا يَرْفَعُوْنَ أَيْدِيَهُمْ -إِذَا
دَعَوْا- نَحْوَ السَّمَاءِ لِأَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مُسْتَوٍ عَلَى الْعَرْشِ
الَّذِيْ هُوَ فَوْقَ السَّمَاوَاتِ, فَلَوْلاَ أَنَّ اللهَ عَلَى الْعَرْشِ لَمْ
يَرْفَعُوْا أَيْدِيَهُمْ نَحْوَ الْعَرْشِ
Dan kita melihat seluruh
kaum muslimin apabila mereka berdo’a, mereka mengangkat tangannya ke arah
langit, karena memang Allah tinggi di atas arsy dan arsy di atas langit.
Seandainya Allah tidak berada di atas arsy, tentu mereka tidak akan mengangkat
tangannya ke arah arsy.
وَزَعَمَتِ الْمُعْتَزِلَةُ وَالْحَرُوْرِيَّةُ وَالْجَهْمِيَّةُ أَنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ, فَلَزِمَهُمْ أَنَّهُ فِيْ بَطْنِ مَرْيَمَ
وَفِيْ الْحُشُوْشِ وَالأَخْلِيَةِ, وَهَذَا خِلاَفُ الدِّيْنِ, تَعَالَى اللهُ
عَنْ قَوْلِهِمْ
Dan kaum Mu’tazilah,
Haruriyyah dan Jahmiyyah beranggapan bahwa Allah berada di setiap tempat. Hal
ini melazimkan mereka bahwa Allah berada di perut Maryam, tempat sampah dan WC.
Faham ini menyelisihi agama. Maha suci Allah dari ucapan mereka.
Keempat : Dalil Akal
Setiap akal manusia yang
masih sehat, tentu akan mengakui ketinggian Alloh di atas makhluk-Nya. Hal
tersebut dapat ditinjau dari tiga segi:
Pertama: Ketinggian Alloh
merupakan sifat yang mulia bagi Alloh.
Kedua: Kebalikan tinggi
adalah rendah, sedang rendah merupakan sifat yang kurang bagi Alloh, Maha Suci
Alloh dari sifat-sifat yang rendah.
Kelima : Dalil Fithrah
* Sesungguhnya Alloh
telah memfithrahkan kepada seluruh makhluk-Nya, baik Arab maupun non-Arab
dengan ketinggian Alloh. Marilah kita berpikir bersama di saat kita memanjatkan
do’a kepada Alloh, ke manakah hati kita berjalan? Ke bawah atau ke atas?
Manusia yang belum rusak fithrahnya tentu akan menjawab ke atas.
* Pernah dikisahkan bahwa
suatu hari Imam Abdul Malik al-Juwaini mengatakan dalam majelisnya, “Alloh
tidak di mana-mana, sekarang ia berada di mana pun Dia berada.” Lantas
bangkitlah seorang yang bernama Abu Ja’far al-Hamdani seraya berkata, “Wahai
ustadz! Kabarkanlah kepada kami tentang ketinggian Alloh yang sudah mengakar di
hati kami, bagaimana kami menghilangkannya?” Abdul Malik al-Juwaini berteriak
dan menampar kepalanya seraya mengatakan, “Al-Hamdani telah membuat diriku
bingung, al-Hamdani telah membuat diriku bingung.” (Lihat kisah lengkapnya
dalam Siyar A’lam Nubala 18/475, al-‘Uluw hal. 276-277 oleh adz-Dzahabi).
Akhirnya Imam Juwaini pun
mendapat hidayah Alloh dan kembali ke jalan yang benar. Semoga saudara-saudara
kita yang tersesat bisa mengikuti jejak beliau.
* Sebenarnya masih sangat
banyak lagi dalil-dalil dalam masalah ini, semua ini telah dijelaskan oleh para
ulama kita dalam kitab-kitab mereka. Bahkan di antara mereka ada yang membahas
masalah ini dalam kitab tersendiri seperi Imam Dzahabi dalam bukunya al-‘Uluw
lil Aliyyil Azhim.
* Semoga Alloh merahmati
Imam Ibnu Abil Izzi al-Hanafi yang telah mengatakan –setelah menyebutkan 18
segi dalil–, “Dan jenis-jenis dalil-dalil ini, seandainya dibukukan tersendiri,
maka akan tertulis kurang lebih seribu dalil, Oleh karena itu, kepada para
penentang masalah ini, hendaknya menjawab dalil-dalil ini. Tapi sungguh
sangatlah mustahil mereka mampu menjawabnya.” (Syarh Aqidah Thahawiyah hal.
386.)
* Sebagian pembesar
sahabat Syafi’I berkata: “Dalam Al-Qur’an terlebih seribu dalil atau lebih yang
menunjukkan bahwa Allah tinggi di atas para hambaNya”. (Majmu Fatawa Ibnu
Taimiyyah 5/121).
* sering kita dengarkan
ucapan orang-orang awam atau orang-orang tua dulu mengatakan :” rezeki itu
sudah diataur sama yang diatas”.
Keterangan yang telah
dipaparkan baik dalil-dalil dari Al-Qur’an, Hadits, ucapan para ulama As-Salaf,
maupun dalil-dalil secara akal dan fitrah, menunjukkan kepada kita bahwasanya
inilah akidah shahihah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi
wasallam, dan akidah ini banyak diselisihi oleh kebanyakan kaum muslimin
khususnya kita di Indonesia. Masih banyak diantara kaum muslimin yang tidak
tahu akan akidah shahih ini serta meyakini keyakinan yang rusak walaupun
fitrahnya tidak cocok dengan keyakinan rusak tersebut.
Akidah rusak yang
dimaksud adalah keyakinan “Allah ada dimana-mana” atau sebagian mereka dengan
tanpa malu dan segan mengatakan : “orang yang mengatakan Allah di langit itu
adalah WAHHABI”, apa yang mereka inginkan dari ucapan ini? jawabannya tidak
lain agar kaum muslimin menjauhi akidah yang shahih ini, dan supaya kaum
muslimin tetap berada diatas akidah(keyakinan) yang mereka dapatkan dari nenek
moyang mereka walaupun akidah mereka itu menyelisihi Akidah yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang lebih ironinya mereka
menamakan diri mereka sebagai “Ahlussunnah wal Jama’ah” yang biasa mereka
ringkas dengan sebutan “ASWAJA”, padahal itu adalah keyakinan kelompok sesat
yang diselisihi oleh Ahlussunnah wal Jama’ah itu sendiri.
Oleh karena itu sering
penulis tekankan bahwasanya : ” semua orang bisa mengklaim namun untuk
membuktikannya itulah yang sulit”, dalam kata lain tidak semua pengakuan itu
bisa diterima begitu saja, yang menjadi patokan adalah Al-Qur’an &
As-Sunnah sesuai pemahaman para Shahabat radhiyallahu ‘anhum.
Ikutilah apa yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan tinggalkan seluruh pendapat,
pemikiran, dan ucapan orang-orang yang menyelisihinya :
Allah Ta’ala berfirman :
Dan ta’atlah kepada Allah
dan ta’atlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling sesungguhnya kewajiban Rasul
Kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.(At-Taghaabun :12)
Dan firmanNya :
Hai orang-orang yang
beriman, ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari
pada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintah-Nya), (Al-Anfaal : 20).
Semoga Allah Ta’ala
menjadikan kita seluruhnya termasuk orang-orang yang mau mendengarkan kebenaran
& mengikutinya. Innahu waliyyut taufiq.
Mohd Tamrin Abu Zakariyya
At-Tawawy
Kota Al-Madinah Al-Munawwarah,
(malam selasa 4 Dzulhijjah 1432/ 31 Oktober 2011).
[1] Istiwa’ dalam bahasa
apabila ditambahkan dengan kata “ ‘ala ( di atas )” maknanya ‘ala wa irtafa’a
yakni berada di tempat yang tinggi sebagaimana tafsiran dari Abu ‘Aliyah dan
Mujahid.
[2] Idem.
[3] Nama lengkapnya
adalah Muhammad bin ziyad bin Al-A’rabiy, seorang imam dalam ilmu bahasa Arab
wafat pada tahun 231 Hijriyyah – lihat Siyar A’laam An-Nubalaa’ jilid 10
halaman 687-688.
0 komentar:
Post a Comment