MAKALAH ILMU ALAMIAH DASAR “MANUSIA SEBAGAI PUSAT KOSMOS”
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu alamia (I. A) sering disebut ilmu
pengetahuan Alam (IPA) dan akhir-akhir ini ada juga yang menyebut ilmu kealaman
yang dalam bahasa inggris disebut Natural Science atau disingkat sclences dan
dalam bahasaindonesia sudah lazim digunakan istilah Sains.
I.
A merupakan ilmu pengetahuan yang dikaji
gejala-gejala alam semesta, termasuk bumi ini, sehingga terbentuk konsep dan
perinsip. Ilmu Alamia Dasar (IAD) yang disebut juga dengan (Basic Natural
Science) hanya mengkaji konsep-konsep dan prinsip-prinsip dasar yang esensial
saja.
2. Tujuan
Diharapkan kepada mahasiswa/mahasiswi dengan
adanya makala ini dapat memudahkan dan memahami konsep perkembangan penalaran
manusia terhadap gejala-gejala alam sampai terwujudnya metode ilmia yang
merupakan ciri khusus IPA
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Makalah ini mengatakan bahwa manusia sebagai
mahluk yang unik dapat menegembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang besar
sekali manfaatnya. Dalam kehidupan ini, semua mahluk hidup pasti menggunakan
materi dan energi , maka hal itu patut di bicarakan dan lebih jauh lagi,
bagaimana mahluk itu berkembang dan berevolusi. Manusia sebagai mahluk hidup
yang unik, apakah semula sudah cerdas dan berilmu serta berteknologi, bumi
sebagai tempat tinggal manusia memiliki keterbatasan daya dukung. Agar bumi
tetap memiliki daya dukung yang tinggi dan stabil, perlu di jaga keseimbangan.
penjagaan keseimbangan memerlukan pemahaman lingkungan manusia dan dampak
kemajuan teknologi.dalam kemajuan teknologi dan tuntunan manusia yang
berkembang, lahirlah alat-alat yang lebih mudah atau menyenangakan manusia,
misalnya alat elektronika, alat transportasi yang cepat dan lain-lain.
Makalah ini akan membahas tentang apa yang
dikatakan dengan perkembangan pikiran manusia, mitos, metode ilmia, dan IPA
perkembangan gaya abstrak. Adapun semuanya itu akan dibahas dan diuraikan pada
materi pembahasan selanjutnya.
BAB III
PEMBAHASAN
1. PERKEMBANAGAN
PIKIRAN MANUSIA
a.
Sifat Unik
Manusia
Dibanding dengan mahluk lain, jasmani manusia
adalah lemah, sedangkan rohaninya atau akal budi dan kemauannya sangant kuat.
Maka untuk membelah diri terhadap serangan dari mahluk lain dan untuk
melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang merugikan manusia harus
memanfaatkan akal budinya dengan cemerlang. Kemauannya yang keras menyebabkan
manusia dapat mengendalikan jasmaninya. Hal ini
dapt menimbulkan efek yang negatif, misalnya manusia dapat mogok makan,
dapat minum-minuman keras sampai mabuk, dan bahkan dapat bunuh diri dari
lingkungan yang merugikan itu. Hal semacam ini jarang kita jumpai pada hewan.
Jadi sifat unik manusia itu ialah akal
budi dan kemauannya menaklukkan jasmaninya.
b.
Rasa Ingin Tahu
Dengan pertolongan akal budinya manusia
menemukan berbagai cara untuk melindungi diri terhadap pengaruh lingkungan yang
merugikan. Tetapi adanya akal budu itu juga menimbulkan rasa ingin tahu yang
selalu berkembang. Rasa ingin tahu itu tidak pernah dapat ingin dipuaskan.
Kalau salah satu soal dapat dipecahkan, maka timbul soal lain yang menunggu
penyelesaian. Manusia tidak pernah puas dengan pengetahuan yang telah
dimilikinya. Selalu timbul keingin untuk menambah pengetahuan itu. Rasa ingin
tahu mendorong manusia untuk melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk
mencari jawaban atas berbagai persoalan yang muncul dalam pikirannya. Tetapi
kegagalan biasanya tidak menimbulkan rasa putus asa, bahkan seringkali justru
membangkitkan semangat yang lebih menyala-nyala untuk memecahkan persoalan.
Kegiatan untuk mencari pemecahan dapat berupa :
a) Penyelidikan langsung.
b) Penggalian hasil-hasil penyelidikan yang sudah
pernah diperoleh orang lain, ataupun
c) Kerjasama dengan penyelidik-penyelidik lain
yang juga sedang memcahkan soal yang sama atau yang sejenis.
Sebenarnya setiap orang mempunyai rasa ingin
tahu, meskipun kekuatan atau intensitasnya tidak sama, sedangkan bidang
minatnyapun berbeda-beda pula.
Jadi rasa ingin tahu tiap manusia pada tiap
saat belum tentu sama kuat, demikian pula pada klompok fenomena yang
menimbulkan rasa ingin tahu biasanya berbeda-beda dan dapat berubah-ubah
menurut keadaan[1][1].
Rasa ingin tahu yang terus berkembang dan
seolah-olah tanpa batas untuk menimbulkan perbendaharaan pengetahuan pada
manusia. Dengan selalu berlansungnya perkembangan pengetahuan itu lebih nyata
bahwa manusia berbeda dari pada hewan. Manusia merupakan mahluk hidup yang
berakal serta mempunyai derajat yang tinggi bilah dibandingkan degan hewan atau
mahluk lainnnya[2][2].
c.
Rasa ingin tahu
menyebabkan alam pikiran manusia berkembang
Ada dua macam pekembangan akan kita tinjau
yaitu:
1) Perkembangan alam pikiran manusia sejak zaman
purab hingga dewasa ini.
2) Perkembangan alam pikiran manusia sejak
lahirkan sampai akhir hayatnya.
Pada zaman puraba manusia sudah menghadapi
berbagai teka teki, terbit dan terbenamnya matahari, perubahan bentuk bulan,
pertumbuhan dan pembikan mahluk hidup, adanya angin, petir, hujan dan pelangi.
Terdorong oleh rasa ingin tahu yang sangat kuat, manusia purba mulai
menyelidiki apa penyebabnya terjadinya fenomena-fenomana itu dan apa akibatnya.
Penyelidikan ini menghasilkan jawaban
atas banyak persoalan, tetapi kemudian timbul persoalan-persoalan baru. Dengan
demikian alam pikiran manusia mulai berkembang. Perkembangan itu berlangsung terus
sampai sekarang dan akan berlanjut di masa mendatang. Meskipun semua orang
memiliki rasa ingin tahu, tidak semua orang dan mampu mengadakan penyelidikan
sendiri. Banyak yang sudah merasa puas dengan memilih jalan pintas yaitu
bertanya kepada orang lain yang telah mengadakan penyelidikan atau bertanya.
Alam pikiran seorang bayi yang baru lahir
mengalami perkembangan yang hampir serupa. Ketika anak kecil mengamati
lingkungan, muncul bermacam-macam pertanyaan itu, anak kecil mengadakan
penyelidikan sendiri atau bertanya kepada ibu, ayah, kakak atau orang lain yang
mengasuhnya. Dengan demikian alam pikiran anak berkembang dengan pesat . rasa
ingin tahu anak akan melemah, apabila orang-orang disekelilingnya terlalu
sibuk, terlalu malas atau terlalu bodoh untuk memuaskan rasa ingin tahu anak
itu. Dengan dwmikian alam pikiran anak itu akan terhambat.
Perkembangan alam dapat juga disebabkan oleh
rangangan dari luar, tanpa dorongan dari dalam yang berupa rasa ingin tahu.
Misalnya: orang yang tinggal dekat hutan menyaksikan kebakaran hutan, orang yang sebenarnya tidak berminat dipaksah
untuk mendengarkan ceramah. Sebab eksteren semacam itu memang dapat menimbulkan
perkemangan alam pikiran manusia, tapi hasil itu biasanya tidak mndalam dan
tidak tahan lama[3][3].
2. MITOS,
PENALARAN DAN PENGETAHUAN PANGKAL KELAHIRAN IPA
a.
Mitos
Menurut A. Comte bahwa dalam sejarah
perkembangan manusia ada tiga tahap, yaitu:
1. Tahap teologi atau tahap metafisika
2. Tahap filsafat
3. Tahap positif atau tahap ilmu.
Dalam tahap teologi atau tahap metafisika,
manusia menyusun mitos atau dongeng mengenal realita atau kenyataan, yaitu
pengetahuan yang tidak obyektif, melainkan subyektif. Mitos ini diciptakan
untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia. Dalam alam pikiran mitos, rasio atau
penalaran belum terbentuk, yang berkerja hanya daya khayal, intuisi, atau
imajinasi.
Menurut C. A. Van Peursen, mitos adal suatu
ceriteria yang memberikan pedoman atau arah tertentu kepada sekelompok orang.
Lewat mitos, manusia dapat turut serta mengambil bagian dalam kejadian-kejadian
alam sekitarnya, dapat menanggapi daya kekuatan alam. Contoh
a)
Gunung api meletus hebat, menimbulkan gempa
bumi, mengeluarkan gempa bumi, mengeluarkan lahar panas dan awan panas,
sehingga menimbulkan banyak koban manusia, juga merusak daerah temat tinggal
dan daerah persawahan penduduk. Manusia pada tahap teologi (menurut A. Comte)
atau pada tahap mitos (C. A van peursen) belum dapat melihat realita ini dengan
inderanya, manusia belum dapat mengetahui dan menangkap peristiwa dalam (obyek)
dengan alam pikiranya, maka manusia beranggabpan bahwa yang dianggap sakti
sedang murka.
b)
Gempa bumi diduga terjadi kerana Atlas (reksasa
yang memikul bumi pada bahunya) memindahkan bumi dari bahu yang satu ke bahu
yang lain.
c)
Gerhana bulan disangka terjadi karena bulan
dimakan raksasa, menurut mitosnya raksa itu takut pada bunyi-bunyian, maka pada
waktu gerhana bulan, manusia memukul benda apa saja yang dapat menimbulkan
bunyi, supaya raksasa itu takut, dan memuntahkan kembali bulan purnama.
d)
Bunyi guntur
dikira ditimbulkan oleh roda kereta yang dikendari dewa melintas langit.
Dalam menghadapi pristiwa yang menakjubkan
seperti terjadinya gerhana, halilintar, topan, banjir, gempa, gunung meletus,
manusia prmitif selalu menghubungkannya dengan kekuasaan atau perbuatan dewa,
hantu, setan atau mahluk ghaib lainnya. Dahulu mitos sangat berpengaruh, bahkan
saat inipun kepercayaan mitos masih belum sepenuhnya hilang. Mencari jawab atas
masalah seperti itu, dengan menghubungkanya dengan mahluk-mahluk ghaib, disebut
berpikir secara irasional. Tentu saja pengetahuan yang diperoleh secara irasional
belum dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Manusia terhadap mitos
menanggapi realita dengan mengadakan selamatan, tari-tarian, aatau lagu-lagu
tersebut terkandung dengan cerita tentang riwayat para dewa yang sedang
mengatur peristiwa-peristiwa alam. Demikianlah manusia pada tahap mitos/teologi
menjawab keingintahuannya dengan menciptakan dongeng-dongeng atau mitos, karena
alam pikirannya masih terbatas pada imajinasi atau intuisi[4][4].
b.
Penalaran
deduktif (Rasionalisme).
Dengan bertambah majunya alam pikiran manusia
dan makin berkembangnya cara-cara penyelidikan, manusia dapat menjawab. Menurut
A. Comte, dalam perkembangan manusia, sesudah tahap mitos, manusia berkembang
dalam tahap filsafat. Pada tahap filsafat, rasio sudah terbentuk, tetapi belum
ditemukan metode berfikir secara objektif. Perkembangan alam pikir manusia
merupakan proses, maka manusia tidak puas dengan pemikiran ini, sehingga
berkembang kedalam tahap positif atau tahap ilmu. Dalam tahap positif atau
tahap ilmu ini, rasio sudah dioperasikan secara obyektif. Manusia menghadapi
obyek dengan rasio.
C. A. Van Peursen dalam bukunya mengatakan
bahwa didalam mitos manusia terikat, manusia menerima keadaan sebagai takdir
yang harus diterima. Lama kelamaan manusia tidak mau terikat, maka manusia
berusaha mencari penyelesaian dengan rasio, dalam pemikiran ini. Dalam
menghadapi peristiwa-peristiwa alam, misalnya gunung api meletus yang
menimbulkan banyak korban dan kerusakan, manusia tidak lagi mengadakan
selamatan dengan tari-tarian dan nyanyian, tetapi akan mengamati peristiwa itu,
mempelajari mengapa gunung api tidak meletus, kemudian berusaha mencari
penyelesaian dengan tindakan-tindakan yang sesuai dengan hasil pengamatannya[5][5].
Berkat pengamatan yang sitematis dan kritis, serta
makin bertambahnya pengalaman yang diperoleh, lambat laun manusia berusaha
mencari jawab secara rasional dengan meninggalkan cara yang irisional.
Pemecahan secara rasional berarti mengandalkan rasio dalam usaha memperoleh
pengetahuan yang benar. Kaum rasionalis mengembangkan paham yang disebut
rasionalisme. Dalam menyusun pengetahuan, kaum rasionalis menggunakan penalaran
deduktif. Penalaran deduktif adalah cara berfikir yang bertolak dari pernyataan
yang bersifat umum untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan
kesimpulan secara deduktif ini menggunakan pola berpikir yang disebut
silogisme. Silogisme itu terdiri atas dua buah pertanyaan dan sebuah
kesimpulan. Kedua pernyataan itu disebut premis mayor dan premis minor.
Dengan demikian jelas bahwa penalaran deduktif
ini pertama-tama harus mulai dengan pernyataan yang sudah pasti kebenarannya.
Penalaran deduktif dapat diperoleh
bermacam-macam pengetahuan mengenai sesuatu, obyek tertentu tanpa ada kesepakatan
yang dapat diterima oleh semua pihak. Disamping itu juga terdapat kesulitan
untuk menerapkan konsep rasional kepada kehidupan praktis[6][6].
c.
Penalaran
Indukatif ( Empirisme)
Pengetahuan yang diperoleh berdasarkan
penalaran deduktif ternyata mempunyai kelemahan, maka muncullah pandangan lain
yang berdasarkan pengalaman kongkret. Mereka yang mengembangkan pengetahuan
berdasarkan pengalamanan kongkret disebut penganut empirisme. Paham empirisme
menganggap bahwa pengetahuan yang benar ialah pengetahuan yang diperoleh
langsung dari pengalaman kongkret. Menurut paham empirisme ini, gejala alam itu
bersifat kongkret dan dapat ditangkap dengan panca indera manusia.
Penalaran haruslah dimulai dari yang sederhana
menuju ke yang lebih kompleks. Didalam penalaran itu, fakta yang didasarkan
atas pengamatan tidak boleh dicampur adukan dengan adukan atau pendapat orang
yang melakukan penalaran. Mengemukakan sering kali juga berfaedah, tetapi haruslah
ada garis pemisah yang tegas antara dugaan dan fakta. Yang terutama kita
perhatikan di sini ialah gejala alam. Ada gejala alam yang dapat ditirukan oleh
manusia, ada juga yang tidak dapat. Penyelidikan gejala alam yang dapat
diturunkan didalam laboratorium (kadang-kadang ukuran kecil) biasanya lebih
cepat membawa hasil dibandingkan gejala yang tidak dapat diulangi didalam
laboratorium.
Dari pengamatan secara sistematis dan kritis
atas gejala-gejala alam akan diperoleh pengetahuan tentang gejala itu. Penganut
emperisme menyusun pengetahuan dengan menggunakan penalaran indukatif.
Penalaran indukatif ialah cara berfikir dengan menarik kesimpulan umum dari
pengamatan atas gejala-gejala yang bersifat khusus. Contoh lagi : kucing sedang
bernafas, kambing bernafas, sapi, kuda dan harimau juga bernafas. Dapat
disimpulkan bahwa semua hewan dapat bernafas.
Dengan penalaran indukatif ini makin lama dapat
disusun pernyataan yang lebih umum lagi dan bersifat fundamental. Dengan cara
ini dapat diperoleh prinsip-prinsip yang bersifat umum sehingga memudahkan
dalam memahami gejala yang beraneka ragam. Namun demikian ternyata bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan berdasarkan penalaran induktif ini masih belum
dapat diandalkan kebenarannya. Misalnya dari hasil pengamatan terhadap
anak-anak yang berprestasi tinggi dibeberapa sekolah menunjukkan bahwa semuanya
berhidung mancung[7][7].
d.
Pendekatan
Ilmiah, kelahiran IPA
Agar supaya himpunan pengetahuan itu dapat
disebut ilmu pengetahuan, harus digunakan perpaduan antara rasionalisme dan
empirisme, yang dikenal sebagai metode keilmuan atau pendekatan ilmiah. Pengetahuan yang disusun dengan cara
pendekatan ilmiah atau menggunakan metode keilmuan, diperoleh melalui kegiatan
penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah ini dilaksanakan secara sistematik dan
terkontrol berdasarkan atas data-data empiris. Kesimpulan dari penelitian ini
dapat menghasilkan suatu teori. Metode keilmuan itu bersifat obyektif, bebas
dari keyakinan, perasaan dan prasangka pribadi serta bersifat terbuka. Artinya
dapat diuji ulang oleh siapa pun.
Dengan demikian kesimpulan yang diperoleh lebih
dapat diandalkan dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. Jadi suatu himpunan
pengetahuan dapat digolongkan sebagai ilmu pengetahuan bilamana cara
memperolehnya menggunakan metode keilmuan, yaitu gabungan antara
rasionalisme dan empirisme.
3. METODE ILMIAH
SEBAGAI CIRI IPA
a.
Metode Ilmiah
Berfikir secara rasional dan berfikir secara
empiris membentuk dua kutub yang saling bertentangan. Kedua belah pihak, masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Gabungan antara dua pendekatan
rasional dan pendekatan empiris dinamakan metode ilmiah. Rasionalisme memberi
kerangka pemikiran yang konoheren dan logis, sedang empirisme dalam memastikan
kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya.dengan demikian maka pengetahuan
yang dihasilkan ialah pengetahuan yang konsiten dan sistematis serta dapat
diandalkan, karena telah diuji secara empiris.
Metode ilmiah merupakan cara dalam memperoleh
pengetahuan secara ilmiah. Dapat juga dikatakan bahwa metode ilmiah merupakan
gabungan antara rasionalisme dan empirisme. Cara-cara berfikir rasional dan
empiris tersebut tercermin dalam langkah-langkah yang terdapat dalam proses
kegiatan ilmiah tersebut. Kerangka dasar prosedurnya dapat diuraikan atas
langkah-langkah berikutnya:
1. Penemuan atau
penentuan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari kita menghadapi
berbagai masalah. Dengan adanya masalah ini maka otak kita mulai berfikir.
Masalah tersebut harus dirumuskan sedemikian rupa hingga memungkinkan untuk
dianalisis secara logis dan kemudian mudah untuk dipecahkan.
2. Perumusan
kerangka masalah
Langkah ini merupakan usaha untuk
mendeskripsikan permasalahannya secara lebih jelas. Unsur-unsur yang membentuk
kerangka ini dapat diturunkan secara empiris. Jadi dalam langkah perumusan
kerangka permasalahan ini, kita sudah mulai berfikir secara empiris dan secara
rasional.
3. Pengajuan
Hipotesis
Hipotesis adalah kerangka pemikiran sementara
yang menjelaskan hubungan antara unsur-unsur yang membentuk suatu kerangka
permasalahan. Kerangka pemikiran
sementara diajukan tersebut disusun secara deduktif berdasarkan premis-premis atau pengetahuan
yang telah diketahui kebenarannya.
4. Deduksi
Hipotesis
Kadang-kadang, dalam menjembatani permasalahan
secara rasional dengan pembuktian secara empiris membutuhkan langkah perantara.
5. Pengujian Hipotesis
Langkah ini
merupakan usaha untuk mengumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan deduksi
hipotesis. Jika fakta-fakta tersebut sesuai dengan konsekuensi hipotesis,
berarti bahwa hipotesis yang diajukan terbukti/benar, karena didukung oleh
fakta-fakta yang nyata. Jadi kriteria untuk menetukan apakah suatu hipotesis
itu benar atau tidak ialah kenyataan empiris, apakah hipotesis tersebut
didukung oleh fakta atau tidak. Langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut
diatas tersusun dalam urutan yang teratur, langkah yang satu merupakan
persiapan bagi langkah berikutnya.
6. Keterbatasan
dan keunggulan metode ilmiah
Keterbatasan :
Data berasal
dari pengamatan yang dilakukan oleh panca indera. Kita mengetahui bahwa panca
indera mempunyai keterbatasan untuk menangkap sesutu fakta.
Keterbatasan
lain dari metode ilmiah adalah tidak dapat menjangkau untuk membuat kesimpulan
yang bersangkutan dengan baik dan buruk atau sistem nilai, tentang seni dan
keindahan, dan juga tidak dapat menjangkau untuk menguji adanya Tuhan.
Keunggulan :
Ilmu atau Ilmu pengetahuan (termasuk IPA)
mempunyai ciri khas yaitu obyektif, metodik, sistematik dan berlaku umum.
Dengan sikap tersebut maka orang berkecimpung atau selalu berhubungan dengan
ilmu pengetahuan akan terbimbing sedemikian hingga padanya terkembangkan suatu
sikap yang disebut ilmiah. Yang dimaksud dengan sikap ilmiah tersenut adalah
sikap:
a) Mencintai yang kebenaran obyektif, dan bersikap
adil.
b) Menyadari bahwa kebenaran ilmu tidak absolut.
c) Tidak percaya pada takhayul, astrologi maupun
untung-untungan.
d) Ingin tahu lebih banyak.
e) Tidak berpikir secara perasangka.
f) Tidak percaya begitu saja pada suatu kesimpulan
tanpa adanya bukti-bukti yang nyata.
g) Optimis, teliti dan berani menyatakan
kesimpulan yang menurut keyakinan yang ilmiahnya adalah benar[8][8].
b.
Pengertian IPA
IPA merupakan ilmu yang sistematis dan
dirumuskan, yangberhubungan dengan gejalah-gejalah kebendaan dan didasarkan
terutama atas pengamatan dan induksi (H.W. Fowler et-al, 1951). Sedangkan Nokes
didalam bukunya “Science in Education” menyatakan bahwa IPA adalah pengetahuan
teoritis yang diperoleh dengan metoda khusu.
Kedu perdata diatas sebenarnya tidak bebeda,
memang benar bahwa IPA merupakan suatu ilmu teoritis, tetapi teori tersebut
didasarkan pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejalah-gejalah alam.
Jadi dapatlah disetujui bahwa IPA adalah suatu
pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang khas/khusu, yaitu
melakukan observasi eksperimentasi, penyimpul, penyusun teori, eksperimentasi,
observasi dan dimikian seterusnya kait-mengkait antara cara yang satu dan yang
lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikian ini terkenal dengan nama
metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya merupakan cara yang logis untuk
memecahkan suatu masalah tertentu.
Pemecahan masalah itu dilakukan tahap demi
tahap demi tahap dengan urut langka-langka yang logis, dikumpulkannya
fakta-fakta yang berkaitan masalah tersebut, mengujinya berulang-ulang melalui
eksperimen-eksperimen, barulah diambil kesimpulan berdasarkan hasil-hasil
eksperimen tersebut yang diyakini kebenarannya.
Pendekatan induktif ialah mengambil suatu
kesimpulan umum berdasarkan dari sekumpulan pengetahuan, sedangkan yang
bersifat deduktif ialah berdasarkan hal-hal yang sudah dianggap benar diambil
suatu kesimpulan dengan menggunakan hal-hal yang sudah dianggap benar[9][9].
c.
Relativitas IPA
Fakta sebenarnya mendiskripsikan/memberikan
fenomena-fenomena (gejalah). Namaun kadang-kadang fonomena yang sama dapat
diberikan dengan cara-cara yang berbeda, tergantung dari sudut pandangan siperumus
fakta itu. Sebagai contoh fenomena terbit dari terbenamnya matahari dapat
diberikan.
1. Matahari terbit dari terbenam matahari
disebelah timur, lalu tenggelam disebelah barat.
2. Bumi berputar kearah timur, maka matahari
seolah-olah bergerak kebarat.
Relativitas ini timbul terutama apabila
sipengamat sedikit banyak terlibat dalam fenomena itu atau kalau sipengamat
hanya dapat mengamati sebagian saja dari fenomena itu. Contoh lain : Pengamat
yang berada didalam kereta atau bis yang sedang berjalan (cepat) akan melihat
tiang-tiang listrik ataupun pohon-pohon seolah-olah bergerak kearah yang
berlawanan[10][10].
d.
IPA Bersifat
Dinamis
IPA berawal dari pengamatan dan pencatat baik
terhadap gejalah-gejalah alam pada umumnya maupun dalam percobaan-percobaan
yang dilakukan dalam laboratorium. Dari hasil pengamatan atau observasi ini
manusia berusaha untuk merumuskan konsef-konsef, perinsif, hukum dan teori.
Dari teori yang telah ada dibuka kemungkinan
untuk melakukan eksperimen yang baru. Kemudian dari data yang baru yang
diperoleh mungkin masih mendukung berlakunya teori yang lama, tetapi juga ada
kemungkinan tidak lagi cocok sehingga perlu disusun teori yang baru.
Demikianlha proses IPA berlangsung terus
sehingga selalu terdapat mekanisme kontrol, besifat terbuka untuk selalu diuji
kembali dan bersifat komulatif. Jadi proses IPA yang dinamis ini karena
menggunakan metode keilmuan, dimana pran teori dan eksperimen saling
komplemeter dan saling memperkuat. Sebagai contoh : dengan menggunakan teori
optik memungkinkan dibuatnya alat-alat optik yang presisi yang tinggi dan
kemampuan yang lebih besar. Selanjutnya dengan alat-alat yang berkemampuan
besar ini memungkinkan diperbaharuinya teori yang telah ada.
4. IPA dan
Perkembangan Daya Abstraksi Manusia
a.
Peranan
Matematika dan Daya Abstraksi Manusia
Pada zaman dahulu kala sebenarnya manusia
dengan tidak sadar telah menggunakan Matematika. Berarti bahwa Matematika
tersebut telah dikenal orang sejak zaman dahulu. Tentu saja Matematika yang
mereka gunakan adalah Matematika Klasik atau Matematika yang sangat sederhana.
Misalnya saja mereka telah menggunaka jari-jari tangannya bahkan sampai
menggunaka jari-jari kakinya untuk alat hitung-menghitung.
Sesuai dengan perkembangan otak manusia, maka
didunia ini lahirlah masalah-masalah baru khusunya yang berhubungan dengan
masalah kehidupan mereka, misalnya masalah ekonomi, masalah kependudukan,
petani, keteknikan, transportasi, komunikasi, cuaca, pendidikan dan bahkan
sampai pada ilmu pengetahuan yang semuanya itu membutuhkan adanya
penghitungan-penghitungan secar sitematis guna menyelesaikan
persoalan-persoalan dengan mudah, cepat dan efisien[11][11].
Adapun peranan Matematika bagi IPA adalah :
Karena kompleksnya masalah-masalah yang
dihadapi dan juga perkembangan ilmu pengetahuan, maka pada waktunya yang silam
matematika klasik kurang mampu untuk memecahkan secara tuntas, sistematis, dan
efisien. Misalnya kalu zaman dahulu orang menghitung hanya dengan jari-jari
tangan yang hanya mampu untuk menghitung masalah-masalah yang sederhana, tetapi
sekarang cara demikian sudah banyak ditinggalkan orang, karena dengan cara
tersebut memang kurang praktis untuk disunakan. Sehingga bangkitlah dunia ilmu
pengetahuan khusunya Matematika dengan memberikan simbol pada unsur-unsur
matematika seperti simbol bilangan yang dinyatakan dengan angka-angka yaitu :
Bilangan satu simbolkan dengan angka 1
Bilangan dua simbolkan dengan angka 2
Bilangan tiga simbolkan dengan angka 3
Dan seterusnya
Sehingga kalu orang hendak menjumlahkan
bilangan-bilangan :
Satu ditambah dua sambah dengan tig
Lima ditambah tiga sama dengan delapan
Maka orang akan lebih suka memakan simbol :
1 + 2 = 3
5 + 3 = 8
Dalam bahasa Matematika wakil-wakil semacam itu
disebut dengan perubahan atau variabel yang biasa disimbolkan dengan
huruf-huruf : x, y, z ………….. sehingga
kalau orang mengtakan bahwa :
2x + 4x = 6x
Dengan x wakil dari pensil maka maksud dari
kalimat itu adalah :
2 Pensil + 4 Pensil = 6 Pensil
b.
Peranan
Matematika Terhadap IPA
Menurut dengan sejarah, kemampuan manusia
menulis sama tuanya dengan kemapuan manusia untuk dapat berhitung, yaitu kurang
lebih 10.000 tahun sebelum Masehi. Tulisan itu pada hakikatnya simbol dari apa
yang ia tulis.
Berhitung, pada awal mulanya berbentuk
korespondensi persatuan dari objek yang dihitung. Misalnya seorang ingin
menghitung beberapa jumlah ternaknya, maka ternak itu dimasukkan kedalam
kandang satu persatu. Taip ekor diwakili satu batu kecil, maka jumlah ternaknya
adalah jumlah batu kecil itu. Dengan sekantung batu-batu itu ia dapat
mengontrol apakah ada ternak yang belum kembali atau hilang atau malah sudah
bertambah karena beranak.
Jadi, sejak awal kehidupan manusia matematika
itu merupakan alat bantu untuk mengatasi sebagian permasalahan menghadapi
lingkunga hidupnnya. Sumbangan matematika terhadap perkembangan IPA sudah
jelas, bahkan boleh dikatakan bahwa tanpa matematika IPA tidak akan berkembang[12][12].
c.
IPA Kualitatif
dan Kuantitatif
Telah kita ketahui bahwa penemuan-penemuan yang
didapat oleh Copernicus sampai Galileo pada awal ke-17 merupakan perintis ilmu
pengetahuan. Artinya ialah bahwa penemuan-penemuan itu berdasarkan empiri
dengan metode induksi yang obyektif dan bukan atas dasar deduksi filosofik
seperti pada zaman Yunani yang berdasakan mitos seperti pada zaman Babylonia[13][13].
Penemuan-penemuan semacam ini kita sebut
sebagai ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kualitatif. Ilmu pengetahuan Alam yang
kualitatif ini tidak dapat menjawab pertanyaan yang bersifatnya kausal atau
hubungan sebab akibat, ilmu pengetahuan alam kualitatif itu hanya mampu
menjawab pertanyaan tentang hal-hal yang sifatnya faktual.
Untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan tentang
hal-hal yang sifatnya kausal, diperlukan perhitungkan secara kuantitatif.
Contoh: Misalnya, seseorang memelihara itik
dengan makanan tradisional biasa, itik betelur 15 butir dalam sebulan. Kemudian
orang itu menambahkankan keong racun sebagai makanan tambahan bagi itiknya
bertelur lebih banyak, yaitu 20 butir sebulan. Dari kenyataan ini belum dapat
ditarik kesimpulan adanya keong racun menambah telur itiknya, karena masih
besifat kasus, artinya mungkin saja itu suatu kebetulan terjadi pada seekor
itik (kasus).
Jadi ilmu pengetahuan alam kuantitatif adalah
Ilmu Pengetahuan Alam yang dihasilkan oleh metode ilmiah yang didukung oleh
kuantitatif dengan menggunakan statistik. Ilmu Pengetahuan Alam kuantitatif ini
dapat disebut juga sebagai Ilmu Pengetahuan Alam Modern[14][14].
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Segala yang diketahui oleh manusia itu adalah
“pengetahuan” pengetahuan itu dapat digolongkan menjadi dua bagian :
Pengetahuan Ilmia dan Non Ilmia. Pengetahuan Non Ilmiah didapat dari
perangsangka, coba-coba, intuisi, dan tidak sengajah.
Pengetahuan ilmia ini didapat dari usaha yang
dasar (Sengaja) dengan syarat : Objektif, Metodik, sistematik, dan berlaku
umum. Adapun langka metodeilmia itu adalah :
1.
Perumusan
masalah
2.
Penyusunan
Hipotesis
3.
Pengujian
Hopotesis
4.
Penarikan
kesimpulan
Kelemahan metode ilmia termasuk IPA adalah
bahwa metode ilmia tidak dapat menjawab atau memperoleh kesimpulan dalam
hal-hal yang menyangkut keindahan, sitem penilaian baik dan Buruk, serta agama
yang berasal dari wahyu ilahi.
Adapun keunggulan metode ilmiah antara lain
adalah dapat membuat kita menjadi :
1.
Obyektif dan
universal
2.
Menceritakan
kebenaran
3.
Tidak percaya
pada tahayul
4.
Mempunyai
pikiran yang terbuka
5.
Tidak percaya
begitu saja kepada pendapat sebelum ada bukti yang nyata
6.
Bersikap
optimis, teliti dan berani karena benar
Peranan matematika dalam IPA antara lain
sebagai faktor penunjang untuk memahami alam semesta dan dapat menjelaskan
sesuatu dan tidak dapat dijangkau oleh pengalaman empiri. Antara lain dapat
menghitung besarnya bumi, jarak antara bumi dan bulan, jarak antara bumi dan
matahari, peredaran bumi menngelilingi matahari dan sebagainya.
IPA dapat dibedakan antara IPA kualititatif dan
IPA kuantitatif atas dasar satu penarikan kesimpulan statistik. IPA kuantitatif
disebut juga IPA Medern yang dapat menjawab pertanyaan yang besifat kualitatif
melalui analisis matematika probabilitas atau statistik itu
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pada
mahasiswa, khususnya bagi sipenulis sendiri agar lebih muda memahami sedara
mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi yang dikaji kedalam IAD,
antara lain memahami konsef-konsef dasar penalaran mahasiswa dalam akses
tensinya sebagai telektual Muslim
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masi
banyak terdapat kekurangan dan kehilapan oleh karena itu, kepada para pembaca
dan para pakar utama penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun tegur sapa
yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi kesempurnaan
makalah selanjutnya.
Kepada semua pihak khususnya kepada Dosen
Pmebimbing yang telah memberikan saran dan keritik konstruktif demi
kesempurnaan makalah ini terutama kami ucapkan Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aly, dkk.
2011. Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta : PT Bumi Aksara.
Ibnu Mas’ud,
dkk. 1998. Ilmu Alamiah Dasar, Bandung : CV Pustaka Setia.
Jasin Maskoeri.
1987. Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta : PT Rajagrapindo Persada.
Mawardi, dkk.
2002. IAD, IBD, ISD, Bandung :
Pustaka Setia.
Hidayat Bambang.
1983. Pengantar Ruang Hidup IPA, Solo : UNS.
Tim UNS, 1988. Ilmu
Alumni Dasar I-II-III, Solo : UNS.
MT Zen, 1983. Dampak
Perkembangan IPA dan Tetnologi Terhadap Kehidupan Manusia, Jakarta : PT
Gramedia.
Margono, dkk.
1982. Ilmu Alamiah Dasar, Surakarta :
UNS.
Rosmin Mien,
dkk. 1986. Ilmu Alamia Dasar, Semarang : IKIP.
Darmodjo
Hendro. 1986. Ilmu Alamiah Dasar, Jakarta : Modul 1-3, Karunika.
0 komentar:
Post a Comment