Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah SWT. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah SWT
Dalam riwayat yang dituturkan Bukhari dan Muslim dikisahkan, ketika turun ayat sedekah, kaum Mukmin mengangkut barang-barang di atas punggung mereka untuk mendapatkan upah dari jasa mengangkut itu guna disedekahkan. Datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak, orang-orang mencela, ‘Ah, ia hanya pamer saja’. Kemudian datang lagi orang lain lalu bersedekah dengan satu sha kurma, orang-orang mencela, ‘Sebenarnya Allah tidak memerlukan makanan satu sha ini’.
Turunlah ayat, “Orang-orang yang mencela kaum Mukmin yang bersedekah dengan suka rela dan mencela mereka yang tidak memiliki sesuatu untuk sedekah kecuali sebatas kemampuan, maka orang-orang itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah: 79).
Melalui ayat itu, Allah SWT hendak membantah anggapan orang-orang munafik bahwa sedekah yang sedikit tidak ada artinya. Bagi Allah, kebaikan itu tidak dinilai dari segi kualitas, tetapi kuantitas. Alqur’an sendiri menegaskan, yang dilihat oleh Allah SWT adalah mutu perbuatan, bukan banyaknya. “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik perbuatannya.” (QS Al-Mulk: 2).
Bukan berarti memperbanyak perbuatan baik tidak perlu. Yang bijak adalah terus berbuat baik sambil berusaha meningkatkan kualitas kebaikan yang kita lakukan. Dimana saja dan kapan saja, hendaknya kita menyempatkan waktu untuk berbuat baik. Jangan pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan. Rasulullah SAW mengajarkan, “Takutlah kamu kepada neraka, meski dengan bersedekah sebutir kurma.” (HR Bukhari). Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Jangan pernah kamu meremehkan kebaikan, meski dengan menyambut saudaramu dengan wajah berseri.” (HR Muslim).
Kebaikan yang menurut kita remeh belum tentu demikian di mata Allah SWT. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, suatu ketika ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sebuah sumur. Hampir saja ia mati karena kehausan, sebelum ada seorang pelacur Bani Israil melihatnya. Wanita itu lalu melepaskan sepatunya kemudian mengambilkan air dan meminumkannya untuk anjing tadi, maka dengan perbuatannya itu diampunilah wanita tersebut.
Betapa berharga nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Terlebih jika pelakunya orang Mukmin. Allah SWT memberikan keutamaan bagi orang Mukmin di atas orang kafir. Menurut Ibnu Abbas, jika orang kafir mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah SWT akan melihatnya, tetapi Dia tidak memberinya pahala di akhirat. Sebaliknya, jika orang Mukmin yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah, maka Allah SWT akan menerima dan melipatgandakan balasan baginya di akhirat.
Selain meruah, jalan menuju kebaikan juga berongkos murah. Melakukan shalat cukup bermodal tekad. Demikian pula puasa. Zakat dan haji malah hanya dikhususkan bagi orang kaya. Mereka yang tidak memiliki modal harta seperti kaum kaya, ikutlah paket ibadah yang bebas biaya tetapi pahalanya tidak kalah dari mereka.
Dalam riwayat Muslim diceritakan, orang-orang fakir dari golongan Muhajirin datang kepada Rasulullah SAW. Mereka mengadu karena merasa kalah pahala dibanding orang-orang kaya yang memiliki kelebihan harta. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Bukankah Allah SWT telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat kamu gunakan untuk bersedekah. Sungguh dalam setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, memerintahkan kebaikan itu sedekah, mencegah kemungkaran itu sedekah, dan bahkan bersetubuh dengan istri juga sedekah.”
Allah SWT memberikan kesempatan secara adil kepada setiap orang untuk berbuat baik. Yang merasa sudah melakukan perbuatan hebat, belum tentu pahalanya lebih besar dari mereka yang hanya mampu melakukan perbuatan kecil. Rasulullah SAW pernah mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim, ada tiga golongan yang menghadap Allah SWT dengan segudang kebaikan, tetapi mereka justru dilemparkan ke neraka. Mereka adalah syuhada yang gugur di medan juang tetapi mengharap status pahlawan, cerdik pandai yang mengajarkan ilmu agar disebut ulama, dan orang berharta yang selalu berderma supaya dianggap dermawan.
Kita tidak pernah tahu mana di antara kebaikan kita yang dipandang berkualitas oleh Allah SWT. Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah SWT. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah SWT. Karena itu, sungguh naif ketika kita hanya mau melakukan kebaikan besar, dan mengabaikan kebaikan kecil.
Dalam riwayat yang dituturkan Bukhari dan Muslim dikisahkan, ketika turun ayat sedekah, kaum Mukmin mengangkut barang-barang di atas punggung mereka untuk mendapatkan upah dari jasa mengangkut itu guna disedekahkan. Datanglah seseorang lalu bersedekah dengan sesuatu yang banyak, orang-orang mencela, ‘Ah, ia hanya pamer saja’. Kemudian datang lagi orang lain lalu bersedekah dengan satu sha kurma, orang-orang mencela, ‘Sebenarnya Allah tidak memerlukan makanan satu sha ini’.
Turunlah ayat, “Orang-orang yang mencela kaum Mukmin yang bersedekah dengan suka rela dan mencela mereka yang tidak memiliki sesuatu untuk sedekah kecuali sebatas kemampuan, maka orang-orang itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan untuk mereka azab yang pedih.” (QS At-Taubah: 79).
Melalui ayat itu, Allah SWT hendak membantah anggapan orang-orang munafik bahwa sedekah yang sedikit tidak ada artinya. Bagi Allah, kebaikan itu tidak dinilai dari segi kualitas, tetapi kuantitas. Alqur’an sendiri menegaskan, yang dilihat oleh Allah SWT adalah mutu perbuatan, bukan banyaknya. “(Dia) yang menjadikan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang paling baik perbuatannya.” (QS Al-Mulk: 2).
Bukan berarti memperbanyak perbuatan baik tidak perlu. Yang bijak adalah terus berbuat baik sambil berusaha meningkatkan kualitas kebaikan yang kita lakukan. Dimana saja dan kapan saja, hendaknya kita menyempatkan waktu untuk berbuat baik. Jangan pernah meremehkan sekecil apapun kebaikan. Rasulullah SAW mengajarkan, “Takutlah kamu kepada neraka, meski dengan bersedekah sebutir kurma.” (HR Bukhari). Dalam hadis lain, beliau bersabda, “Jangan pernah kamu meremehkan kebaikan, meski dengan menyambut saudaramu dengan wajah berseri.” (HR Muslim).
Kebaikan yang menurut kita remeh belum tentu demikian di mata Allah SWT. Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan, suatu ketika ada seekor anjing berputar-putar di sekitar sebuah sumur. Hampir saja ia mati karena kehausan, sebelum ada seorang pelacur Bani Israil melihatnya. Wanita itu lalu melepaskan sepatunya kemudian mengambilkan air dan meminumkannya untuk anjing tadi, maka dengan perbuatannya itu diampunilah wanita tersebut.
Betapa berharga nilai kebaikan di sisi Allah SWT. Terlebih jika pelakunya orang Mukmin. Allah SWT memberikan keutamaan bagi orang Mukmin di atas orang kafir. Menurut Ibnu Abbas, jika orang kafir mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya Allah SWT akan melihatnya, tetapi Dia tidak memberinya pahala di akhirat. Sebaliknya, jika orang Mukmin yang mengerjakan kebaikan sebesar zarah, maka Allah SWT akan menerima dan melipatgandakan balasan baginya di akhirat.
Selain meruah, jalan menuju kebaikan juga berongkos murah. Melakukan shalat cukup bermodal tekad. Demikian pula puasa. Zakat dan haji malah hanya dikhususkan bagi orang kaya. Mereka yang tidak memiliki modal harta seperti kaum kaya, ikutlah paket ibadah yang bebas biaya tetapi pahalanya tidak kalah dari mereka.
Dalam riwayat Muslim diceritakan, orang-orang fakir dari golongan Muhajirin datang kepada Rasulullah SAW. Mereka mengadu karena merasa kalah pahala dibanding orang-orang kaya yang memiliki kelebihan harta. Rasulullah SAW lantas bersabda, “Bukankah Allah SWT telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat kamu gunakan untuk bersedekah. Sungguh dalam setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, memerintahkan kebaikan itu sedekah, mencegah kemungkaran itu sedekah, dan bahkan bersetubuh dengan istri juga sedekah.”
Allah SWT memberikan kesempatan secara adil kepada setiap orang untuk berbuat baik. Yang merasa sudah melakukan perbuatan hebat, belum tentu pahalanya lebih besar dari mereka yang hanya mampu melakukan perbuatan kecil. Rasulullah SAW pernah mengingatkan dalam hadis riwayat Muslim, ada tiga golongan yang menghadap Allah SWT dengan segudang kebaikan, tetapi mereka justru dilemparkan ke neraka. Mereka adalah syuhada yang gugur di medan juang tetapi mengharap status pahlawan, cerdik pandai yang mengajarkan ilmu agar disebut ulama, dan orang berharta yang selalu berderma supaya dianggap dermawan.
Kita tidak pernah tahu mana di antara kebaikan kita yang dipandang berkualitas oleh Allah SWT. Perbuatan yang menurut kita remeh boleh jadi istimewa di mata Allah SWT. Perbuatan yang kita anggap mewah boleh jadi justru tidak berharga menurut Allah SWT. Karena itu, sungguh naif ketika kita hanya mau melakukan kebaikan besar, dan mengabaikan kebaikan kecil.
0 komentar:
Post a Comment