Friday, February 1, 2013

MAKALAH DAMPAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (SEBUAH TINJAUAN LUAS DAN MENDALAM)



BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak marak terjadi di sekitar kita, banyak sekali factor pemicu terjadinya kekerasan terhadap anak.  Salah satunya yaitu kurangnya kesadaran dari masing-masing individu sehingga pada akhirnya hal ini berdampak tak hanya pada anak, bisa jadi juga pada orang-orang terdekat kita yang berada di sekitar kita.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak selalu membawa dampak positif bagi kehidupan sebagian manusia. Hal ini mengakibatkn individu semakin rentan mengalami gangguan baik fisik maupun kejiwaan karna tingkat stressor yang tinggi. Gangguan kejiwaan atau psikologis seperti kecemasan, stress, frustasi, agresivitas, perilaku anarkis, dan gangguan emosi lain semakin meningkat yang bisa mengakibatkan jumlah kekerasan secara umum terutama dalam rumah tangga semakin meningkat.
Kecenderungan terjadinya peningkatan anak mengalami gangguan emosi dan social tidak hanya terjadi pada negara atau derah tertentu tetapi telah menjadi fenomena global di seluruh dunia. Berdasr hasil survey yang dilakukan , ternyata ditemukan hasil bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitanemosi dan social daripada generasi sebelumnnya, generasio sekarang cenderung lebih kesepian, pemurung, mudah cemas, gugup, implusif dan agresif, faktor yang paling dominan adalah ruang lingkup keluarga yang kurang baik,
Paparan tersebut perlu ditangani secara seksama, Anak sebagai generasi penerus perlu dibekali kemampuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki dan meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada. Guru dan orang tua sebagai orang dewasa di sekitar anak, memegang peranan penting dalam mengoptimalkan potensi anak, baik fisik, kognitif, spiritual, maupun emosional.

BAB II
KEKERASAN TERHADAP ANAK

A.    PENGERTIAN KEKERASAN TERHADAP ANAK

Pengertian kekerasan terhadap anak adalah segala sesuatu yang membuat anak tersiksa, baik secara fisik, mental, maupun psikologis. Oleh para ahli, pengertian kekerasan terhadap anak ini banyak definisi yang berbeda-beda.
Menurut Fontana (1971) dalam Soetjiningsih (2005) memberikan pengertian kekerasan terhadap anak dengan definisi yang lebih luas yaitu memasukkan malnutrisi dan menelantarkan anak sebagai stadium awal dari sindrom perlakuan salah, dan penganiayaan fisik berada pada stadium akhir yang paling berat dari spektrum perlakuan salah oleh orang tuanya atau pengasuhannya.
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata ataupun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat, atau perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab, dipercaya, atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kekerasan terhadap anak adalah perilaku salah baikdari orang tua, pengasuh, dan lingkungan dalam bentuk perlakuan kekerasan fisik, psikis, maupunmental yang termasuk didalamnya eksploitasi, mengancam, dan lain-lain terhadap anak.





B.     BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP ANAK

Tindakan kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak tersebut dapat terwujud setidaknya dalam empat bentuk. Pertama, kekerasan fisik. Bentuk ini paling mudah dikenali. Terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah; menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik mendorong, menggigit, membenturkan, mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti :
luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat.
Kedua, kekerasan psikis. Kekerasan jenis ini, tidak begitu mudah untuk dikenali. Akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunkan harga diri serta martabat korban. Wujud konkrit kekerasan atau pelanggaran jenis ini adalah; penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang di depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengankata-kata dan sebagainya. Akibat adanya perilaku tersebut biasanya korban akan merasa rendah diri, minder, merasa tidak berharga dan lemah dalam membuat keputusan (deccision making).
Azevedo & Viviane mengklasifikasikan bentuk kekerasan psikologis pada anak. Bentuk kekerasan ini dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini :
1.      Kekerasan anak secara fisik, adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat persentuhan atau kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang atau rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sundutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya ditemukan pada daerah paha, lengan, mulut, pipi, dada, perut, punggung atau daerah bokong. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak disukai orangtuanya, seperti anak nakal atau rewel, menangis terus, minta jajan, buang air, kencing atau muntah disembarang tempat, memecahkan barang berharga.
2.      Kekerasan anak secara psikis, meliputi penghardikkan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar atau film pornografi pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut bertemu orang lain.
3.      Kekerasan anak secara seksual, dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual, exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual).
4.      Kekerasan anak secara sosial, dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya anak dikucilkan, diasingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan perawatan kesehatan yang layak. Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat. Sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik, psikis dan status sosialnya. Misalnya anak dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan (pertambangan, sektor alas kaki atau industri sepatu) dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai, anak dipaksa untuk angkat senjata, atau dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga melebihi batas kemampuannya.

BAB III
PERKEMBANGAN EMOSI ANAK

A.    PENGERTIAN PERKEMBANGAN
Secara sederhana Seifert dan Hoffnung mendefinisikan perkembangan sebagai “Long term changes in a person growth feeling patterns of thinking, social relationship, and motor skills.”[1]
Sedangkan menurut Chaplin,perkembangan di artikan :
1.      Perkembangan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme,dari lahir sampai mati.
2.      Pertumbuhan.
3.      Perubahan dalam bentuk dan dalam intregasi dari bagian-bagian jasmaniah dalam bagian-bagian fungsional
4.      Kedewasaan atau kemunculan pola-pola  asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari.[2]
Jadi kesimpulan umum dapat ditarik dari beberapa definisi di atas, bahwa perkembangan adalah serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar.




B.     TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN EMOSI ANAK
Ada enam tahapan perkembangan emosi yang harus dilalui seorang anak. Pengalaman emosional yang sesuai pada tiap tahap merupakan dasar perkembangan kemampuan koginitif, sosial, emosional, bahasa, keterampilan dan konsep dirinya di kemudian hari. Tahapan tersebut saling berkesinambungan, tahapan yang lebih awal akan mempersiapkan tahapan selanjutnya. Anak-anak yang diasuh dengan kehangatan dan tidak mengalami gangguan perkembangan biasanya akan mencapai tahapan terakhir secara otomatis pada usia 4-5 tahun, namun anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan bantuan dari orang tua dan profesional untuk bisa mencapainya dengan lebih perlahan. Kapan / pada usia berapa tercapainya bukan merupakan hal yang penting bila dibandingkan bagaimana pencapaiannya.
Berdasarkan observasi cermat berkelanjutan, bisa diperkirakan pada taraf perkembangan emosi yang mana seorang anak berada. Kemampuan mana yang sudah dikuasainya dengan baik, mana yang membutuhkan penguatan dan mana yang sama sekali belum berkembang. Pengamatan dilakukan saat bermain, berinteraksi dan melakukan aktifitas sehari-hari. Pengamatan dimasukkan dalam daftar ‘rating scale’ disertai umur pencapaiannya (untuk skor A). N-never (kemampuan tersebut tidak pernah tampak), S-sometimes (kemampuan tersebut kadang-kadang tampak), A-always (kemampuan tersebut selalu tampak) dan L-loses (kemampuan tersebut hilang saat stress: lapar, marah, lelah,dll). Enam tahapan perkembangan emosi anak adalah :
1.                  Regulasi diri dan minat terhadap lingkungan
Kemampuan anak untuk mengolah rangsang dari lingkungan dan menenangkan diri. Bila anak masih belum mampu meregulasikan diri maka ia akan tenggelam dalam usaha mencari rangsang yang dibutuhkannya atau sebaliknya menghindari rangsang yang membuatnya tidak nyaman. Dengan demikian ia tidak bisa memperhatikan lingkungan secara lebih bermakna.

2.                  Keakraban keintiman
Kemampuan anak untuk terlibat dalam suatu relasi yang hangat, akrab, menyenangkan dan penuh cinta. Pengasuh merupakan hal terpenting dalam dunianya.
3.                  Komunikasi dua arah
Kemampuan anak untuk terlibat dalam komunikasi dua arah, menutup siklus komunikasi (aksi-reaksi). Komunikasi di sini tidak harus verbal, yang penting ia bisa mengkomunikasikan intensi/tujuannya dan kemudian mengenal konsep sebabakibat (berpikir logis) dan konsep diri. la mulai menyadari bahwa tingkah lakunya berdampak terhadap lingkungan. Sehingga mulai muncul keinginan untuk aktif memilih/ menentukan pilihan dan berinisiatif.
4.                  Komunikasi kompleks
Kemampuan anak untuk menciptakan komunikasi kompleks (sekitar 10 siklus), mengekspresikan keinginan dan emosi secara lebih berwarna, kompleks dan kreatif. Mulai menyertakan keinginannya dalam bermain, tidak hanya mengikuti perintah atau petunjuk pengasuh/orang tua.
Selanjutnya hal ini akan menjadi dasar terbentuknya konsep diri dan kepribadian. la mampu memahami pola karakter dan tingkah laku orang lain sehingga mulai memahami apakah tingkah lakunya disetujui atau tidak, akan dipuji atau diejek, dll sehingga mulai berkembang kemampuan memprediksi kejadian dan kemudian mengarah pada kemampuan memecahkan masalah berdasarkan keurutan logis.
5.                  Ide emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan ide, mengenal simbol, termasuk bahasa yang melibatkan emosi. Kemampuan menciptakan ide awalnya berkembang melalui permainan pura-pura yang memberikan kesempatan bereksperimen dengan perasaan, keinginan dan harapan. Kemudian ia mulai memberi nama pada benda-benda sekeliling yang berarti, disini ia mulai mengerti penggunaan simbol benda konkrit. Kemudian simbol menjadi semakin meluas pada aktifitas. dan emosi dan ia belajar kemampuan memanipulasi ide untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya
6.                        Berpikir emosional
Kemampuan anak untuk menciptakan kaitan antar berbagai ide sehingga mampu berpikir secara logis dan sesuai dengan realitas. Mampu mengekspresikan berbagai emosi dalam bermain, memprediksi perasaan dan akiba’ dari suatu aktifitas, mengenal konsep ruang, waktu serta bisa memecahkan masalah secara verbal dan memiliki pendapatnya sendiri. Bila anak bisa mencapai kemampuan ini maka ia akan siap belajar berpikir abstrak dan mempolajari strategi berpikir.


BAB IV
DAMPAK KEKERASAN TERHADAP ANAK

1.      Menumpulkan Hati Nurani
a.       Menghambat perkembangan moral anak
b.       Membuat anak melakukan kekerasan juga
c.        Meningkatkan perilaku kenakalan
d.       Membuat anak senang mengejek dan menindas yang lemah
e.        Merusak kesehatan jiwa anak
f.        Sering menghayal jadi tokoh jahat dalam TV,game,atau film
g.        Senang menonton tayangan tentang kekerasan
h.       Merusak hubungan antara orang tua dan anak
2.      Membuat Anak Terlibat Perbuatan Kriminal
a.       Cenderung melestarikan sikap kekerasan kepada generasi berikutnya, dengan dalih disiplin, mendidik.
b.       Memasuki bidang-bidang pekerjaan yang melibatkan perilaku kekerasan Mudah percaya atau termakan proopaganda seperti para pengikut hitler, milosevic,stalin.
c.        Sikap patuh secara berlebihan kepada pemimpin (atasan), tetapi akan menindas yang lemah.
d.       Sering tidak mengerti hubungan antara sikapnya yang keras terhadap pihak yang lemah, karena perasaan menderita akibat kekerasan ini tersimpan dalam alam bawah sadarnya.
3.      Membuat Anak Gemar Melakukan Teror Dan Ancaman
Anak yang hatinya mengeras seperti batu, ibaratnya “bom” yang siap meledak apabila ada pemicunya. “ledakan bom” ini akan membawa kerusakan yang luar biasa. Jadi akar dari semua tindakan kekerasan dimasyarakat,seperti kriminalitas,konflik, dan perang adalah adanya tradisi kekerasan terhadap anak.
4.      Membuat Anak Rendah Diri/Minder
Ketika anak dicaci maki atau dipukul, maka pesan yang ditangkap anak adalah “kamu adalah anak yang tidak berharga,memalukan, sehingga aku muak dengan kamu”maka anak akan merasa ditolak oleh orang tuanya. Suatu saat anak akan terjebak rayuan yang menghilangkan perasaan rendah dirinya: gang remaja, terlibat perkelahian, ingin menjadi jagoan, kecanduan alkohol dan narkoba, ketidak stabilan emosi,mudah sedih,tidak mampu menghadapi tekanan, mudah tersinggung dan marah,selalu khawatir, was-was, penuh curiga, menarik diri dari pergaulan,tidak dapat bersifat hangat,tidak dapat mengekspresikan diri,dll.
5.      Menimbulkan Kelainan Perilaku Seksual
Pemukulan pada daerah “bokong” anak dapat menumbuhkan perasaan nikmat seksual secara dini. Mereka tidak dapat mengerti mengenai perasaan tersebut. Setelah dewasa mereka melakukan keanehan seksual ini biasanya mereka mencari pelacur. Selain itu anak korban pemukulan merasa dirinya tidak berharga, karena terbiasa merasa sakit karena pukulan, anak-anak ini akan mudah menyerahkan tubuhnya untuk diperlakukan secara tidak senonoh setelah dewasa, sehingga ia mudah menjadi korban phedhophyl.
6.      Mengganggu Pertumbuhan Otak Anak
Menurut DR.Bruce D perry, para kriminal dan pelaku kekerasan memang mempunyai batang otak dan otak tengah dominan, bagian otak ini disebut otak reptil, dimana sifat hewani berasal, sedangkan otak limbic (emosi/cinta) dan korteks(berpikir)lemah, dan pertumbuhan otak ini sangat dipengaruhi lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya kesadaran para orang tua dan guru untuk selalu menciptaka emosi positif bagi anak-anaknya. Ingat pada usia 5 th pertumbuhan otak mencapai 90%, 100 % pada usia 8 tahun.
7.      Membuat Prestasi Belajar Anak Rendah
Anak yang sering mendapat kekerasan dirumah, biasanya senang melakukan keonaran dan cenderung berkumpul dengan teman-teman yang memiliki kesamaan. Hasil studi yang melibatkan 960 anak di Amerika menunjukkan IQ yang lebih rendah akibat pemukulan oleh orang tua. Dengan cara berdiskusi dan menganalisa suatu masalah dengan anak, maka anak lebih banyak berpikir menjadi kritis dan pandai.





BAB V
SOLUSI TERHADAP KEKERASAN PADA ANAK


Solusi untuk mereduksi meningkatnya jumlah kekerasan terhadap anak di Indonesia dapat dilakukan oleh orang tua, guru sebagai pendidik, masyarakat dan pemerintah.
1.     Orang Tua.
Para orang tua seharusnya lebih memperhatikan kehidupan anaknya. Orang tua dituntut kecakapannya dalam mendidik dan menyayangi anak-anaknya. Jangan membiarkan anak hidup dalam kekangan, mental maupun fisik. Sikap memarahi anak habis-habisan, apalagi tindakan kekerasan (pemukulan danpenyiksaan fisik) tidaklah arif, karena hal itu hanya akan menyebabkan anak merasa tidak diperhatikan, tidak disayangi. Akhirnya anak merasa trauma, bahkan putus asa.
Pentingdisadari orang tua bahwa anak dilahirkan ke dunia ini dilekati dengan berbagai hak yang layak didapatkannya. Seorang anak memiliki hak untuk mendapatkan pengasuhan yang baik, kasih sayang, dan perhatian. Anak pun memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik di keluarga maupun di sekolah, juga nafkah (berupa pangan, sandang dan papan). Bagaimanapun keadaannya, tidak wajib seorang anak menafkahidirinya sendiri, sehingga ia harus kehilangan banyak hak-haknya sebagai anak karena harus membanting tulang untuk menghidupi diri (atau bahkan keluarganya).
Dalam kasus kekerasan pada anak, siklus kekerasan dapat berkembang dalam keluarga. Individu yang mengalami kekerasan dari orang tuanya dulu, memiliki kecenderungan signifikan untuk melakukan hal yang sama pada anak mereka nanti. Tingkah laku agresi dipelajari melalui pengamatan dan imitasi, yang secara perlahan terintegrasi dalam sistem kepribadian orang tua. Oleh karena itu penting bagi orang tua untuk menyadari sepenuhnya bahwa perilaku mereka merupakan model rujukan bagi anak-anaknya, sehingga mereka mampu menghindari perilaku yang kurang baik.


2.    Guru.
Peran seorang guru dituntut untuk menyadari bahwa pendidikan di Negara kita bukan saja untuk membuat anak pandai dan pintar, tetapi harus juga dapat melatih mental anak didiknya. Peran guru dalam memahami kondisi siswa sangat diperlukan.Sikap arif, bijaksana, dan toleransi sangat diperlukan. Idealnya seorang guru mengenal betul pribadi peserta didik, termasuk status sosial orang tua murid sehingga ia dapat bertindak dan bersikap bijak.

3.     Masyarakat.
Anak-anak kita ini selain bersentuhan dengan orang tua dan guru, mereka pun tidak bisa lepas dari berbagai persinggungan dengan lingkungan masyarakat dimana dia berada. Untuk itu diperlukan kesadaran dan kerjasama dari berbagai elemen di masyarakat untuk turut memberikan nuansa pendidikan positif bagi anak-anak kita ini.Salah satu elemen tersebut adalah pihak pengelola stasiun TV. Banyak risetmenyimpulkan bahwa pengaruh media (terutama TV) terhadap perilaku anak (sebagaisalah satu penikmat acara TV) cukup besar. Berbagai tayangan kriminal di berbagaisatsiun TV, tanpa kita sadari telah menampilkan potret-potret kekerasan yang tentu akanberpengaruh pada pembentuk mental dan pribadi anak. Penyelenggara siaran TV bertanggungjawab untuk mendesain acaranya dengan acara yang banyak mengandungunsur edukasi yang positif.

4.    Pemerintah.
Pemerintah adalah pihak yang bertanggung jawab penuh terhadap kemashlahatan rakyatnya, termasuk dalam hal ini adalah menjamin masa depan bagianak-anak kita sebagai generasi penerus.

Penutup

Upaya penanggulangan kekerasan terhadap anak jelas menjadi kewajiban pemerintah,yang didukung oleh keluarga dan masyarakat. Masyarakat Indonesia modern ternyatabelum sadar bahwa anak memiliki hak penuh untuk diperlakukan secara manusiawi.Anak harus mendapatkan jaminan keberlangsungan hidup dan perkembangannya dibawah naungan ketetapan hukum yang pasti, yang harus dijalankan semua pihak, baik keluarga masyarakat maupun pemerintah (negara). Sehingga anak bisa tumbuh dan berkembang dengan baik serta jauh dari berbagai tindak kekerasan. Kita menyadari bahwa kekerasan telah meremukkan kekayaan imajinasi, keriangan hati, kreatifitas,bahkan masa depan anak-anak kita.

Daftar Pustaka
-          Abu Huraerah. (2006). Kekerasan Terhadap Anak Jakarta:Penerbit Nuansa,Emmy Soekresno S. Pd.(2007).
-          Mengenali Dan Mencegah Terjadinya TindakKekerasan Terhadap Anak.
Sumber : Komisi Perlindungan Anak Indonesia,http://www.kpai.go.id
-          Pemerintah Akan Mulai Gerakan Nasional PenghentianKekerasan Terhadap Anak
-              Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama
-          UU PA No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak 







[1] Aaronson, L.S., & MacNee, C.L. Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2007), cet. Ke-3, hal 4
[2] Ibid

1 comment:

  1. Seseorang/sosok wanita yang sangat Sa rindukan...

    (Dilwale, 2015) mari kita mulai hidup baru. Dan tak ada yang harus melihat masa lalu

    ReplyDelete