Friday, February 1, 2013

DEKLARASI MEKAH, SEBUAH UPAYA REKONSILIASI HAMAS-FATAH

Pasca Rekonsiliasi Hamas-Fatah selang seteru panjang dua faksi ini, kondisi Palestina mulai membaik. Eskalasi ketegangan antara dua pihak yang berlangsung hampir setahun terakhir, perlahan tampak mulai reda. Walapun suara letusan senapan masih terdengar di beberapa sudut kota, pertikaian berdarah hampir tidak terjadi lagi. 

Deklarasi Mekah ternyata tidak hanya mengakhiri kontak senjata antara Hamas-Fatah saja, tetapi juga melunakkan milisi-milisi perlawanan yang lain di negeri ini. Paling tidak sudah tak terdengar warga Palestina yang tewas tertembak oleh senapan warganya sendiri. 

Perundingan antara Hamas dan Fatah yang terselenggara berkat peran Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Azis itu memberi harapan baru bagi perdamaian di Palestina. Pasalnya, penduduk tanah para penjuang ini tak putus dirundung pertikaian yang sudah menjurus perang saudara. Pertikaian terus melanda negeri dan semakin mencekam, terutama setelah Hamas memenangi pemilu Januari 2006 lalu. 

Walau Hamas menang secara demokratis dalam pemilu, namun kemenangan itu tidak disukai AS, Uni Eropa, PBB, Rusia (Kelompok Kuartet) dan Israel. Mereka tidak merestui Hamas keluar sebagai pemenang. Sikap faksi yang terkesan konfrontatif ini, sepertinya membuat negara-negara kuartet berada pada posisi 'dilematis'. Satu sisi mereka berupaya mengambil simpati dunia dengan berlaku 'adil' di Palestina, namun di sisi lain mereka mendapat tekanan hebat dari Zionis. 

Penolakan tegas Hamas terhadap negara Zionis Yahudi di bumi Palestina sesuai Perjanjian Sykes Picot (1916) dan Belfour (1917) membuat negara-negara tersebut kehabisan cara membujuk para pemimpin Arab untuk turut bersama menekan perlawanan. Bersatunya Hamas dan Fatah serta seluruh faksi perlawanan Palestina adalah mimpi terburuk strategi AS dan sekutu di negeri para nabi itu. 

Maka, sejak awal kepemimpinan Hamas, banyak skenario yang dilakukan untuk menggulingkan pemerintahannya, termasuk menciptakan konflik antara Hamas dan Fatah. Setelah gagal menunggangi PLO yang didominasi Fatah dan Liga Arab, Konspirasi AS dan Zionis menyulut perang saudara di Palestina kembali kandas di Mekah.

Walau berat, Deklarasi Mekah adalah peluang bagi rakyat Palestina. Setidaknya hambatan internal untuk menjemput kemerdekaan sudah berhasil diredam. Selanjutnya deklarasi ini membutuhkan komitmen dan dukungan dari seluruh faksi di Palestina, termasuk negara-negara Arab dan Dunia Islam. Sama seperti yang diungkapkan oleh pengamat politik Palestina, Ali Thaimat sebelum pertemuan Presiden Palestina Mahmud Abbas dan Ketua Biro Politik Hamas Khalid Misy'al berlangsung, bahwa dialog Mekah adalah salah satu dari sekian banyak kesempatan keluar dari krisis di Palestina. 

Menurutnya, dialog kali ini hendaknya jangan lagi seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya yang berakhir nihil. Abbas dan Misy'al harus duduk bersama dengan dada dan hati terbuka. Keduanya harus siap saling mendengarkan gagasan dari masing-masing pihak, tanpa terpengaruh tekanan dan hasutan kekuatan asing.

Harapan serupa juga dinyatakan oleh Raja Arab Saudi, Abdullah bin Abdul Aziz ketika menyambut delegasi Hamas-Fatah; ”Tidaklah keluar para delegasi ini dari tanah suci kecuali dengan membawa kesepakatan yang mengikat. Keduanya saling bersumpah dihadapan Allah Swt., Al Quran dan di tanah suci, Baitullah Ka’bah untuk menghentikan pertikaian internal. Menghentikan pembunuhan antar anak bangsa yang tak lain hanya akan menguntungkan musuh-musuh umat Islam,”.

Dialog yang berlangsung selama tiga hari ini membahas kesepakatan menyeluruh antara gerakan Fatah dan Hamas atas pembentukan Pemerintahan Persatuan Palestina secara rinci antara kedua gerakan. Yang kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkah konstitusi secepatnya yang mengatur pembentukan pemerintah. Izzat Risq, anggota biro politik Hamas menyatakan kepada QudsPress bahwa deklarasi ini juga telah menyepakati dibentuknya tiga komisi atau panitia untuk mengatur dialog antara Fatah dan Hamas. 

Pertama, komisi yang bertugas membentuk Pemerintahan Persatuan Nasional dan menyepakati sejumlah departemen, program politik dan penugasan. Kedua, komisi yang bertugas membicarakan keterlibatan politik faksi-faksi Palestina dan penguatan kepentingan nasional. Dan ketiga, komisi yang membicarakan soal restrukturisasi PLO dengan prinsip demokrasi.

Jika Rakyat Palestina bersorak gembira menyambut keberhasilan Deklarasi Mekah, maka tidak halnya dengan para pemimpin AS dan Zionis Israel. Bagi mereka, kesuksesan dialog Hamas-Fatah adalah batu sandungan baru terhadap proyek imperialis. Sudah bukan rahasia, bahwa pelaku konflik Palestina tiada lain adalah pengusung Imperialisme Zionis di Timur Tengah, makanya tidak heran kalau AS dan Zionis Israel sangat bergairah membuat strategi melumpuhkan aksi perlawanan di Palestina. 

Hal ini bahkan sudah terlihat ketika wacana rekonsiliasi Pemerintah Palestina disuarakan. Upaya adu domba Hamas-Fatah ini sempat memuncak ketika AS dan Zionis mendorong Mahmud Abbas menyerukan refendum dan pemilu ulang bagi Palestina. Hal ini juga bisa ditilik dari sikap-sikap konfrontatif beberapa pejabat Gedung Putih dan Knesset terhadap Hamas. 

Pemimpin oposisi Israel dan ketua Partai Likud, Benyamin Netanyahu menyebut bahwa penggulingan pemerintahan Hamas harus menjadi tujuan utama dalam hubungan dengan Palestina, bukan dengan perundingan atau kompromi. Penjatuhan pemerintah Hamas menurutnya akan memungkinkan kelompok 'moderat' Palestina masuk dalam pemerintahan sehingga Israel bisa membangun hubungan damai dengan mereka. 

Melalui Menlunya Condoleeza Rice, AS bahkan melakukan pertemuan segitiga dengan Mahmud Abbas dan Ehud Olmert untuk merencanakan penggulingan. Hal ini seperti berita yang dilansir oleh Radio Israel pada Februari lalu. Radio Israel tersebut mengatakan bahwa Menlu AS melakukan kunjungan resmi ke entitas Zionis Israel dan melakukan pertemuan segitiga antara dirinya, Olmert dan Abbas guna membahas rencana baru menggulingkan pemerintah Palestina.

PM Israel Ehud Olmert bahkan mendesak Presiden Palestina Mahmud Abbas untuk tidak membentuk pemerintahan persatuan nasional Palestina bersama gerakan Hamas, selama gerakan itu tidak mengakui entitas Zionis Israel dan syarat-syarat yang ditetapkan Tim Kuartet.

 Hal ini disampaikan Olmert di hadapan Komite Ketua Lembaga-lembaga Yahudi di Amerika yang berkumpul di Jerusalem (Al Quds terjajah), pada 7 Februari 2007. Olmert mengungkapkan dirinya sangat berharap agar Abbas tidak menjadi sekutu Hamas dengan cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Tim Kuartet dan masyarakat internasional. 

Kolega dekat Ariel Sharon ini mengatakan dirinya siap melakukan perundingan dengan pemerintahan Palestina, siapapun yang memimpin, termasuk pemeritahan Hamas selama pemerintah itu menyambut tuntutan Barat dengan mengakui eksistensi entitas Zionis Israel.

4 Agenda Pokok Deklarasi Mekah

Dalam pidato di hadapan rakyat Palestina Senin (12/2) yang diberitakan oleh Markaz Filastin lil I'lam Perdana Menteri Ismail Haneya meminta AS untuk menghormati hak demokrasi rakyat Palestina, dan menghentikan proyek standar ganda atas masalah Palestina. Ia menegaskan, "Inilah pilihan kami, semua orang harus menghormatinya sebagai bagian dari hak asasi demokrasi."
Haneya menjelaskan, Deklarasi Mekah terdiri dari empat masalah pokok;

Pertama, menghentikan pertentangan antar sesama rakyat Palestina dan menghindari pertumpahan darah. Kesepakatan ini merupakan fondasi menuju hubungan Palestina yang lebih baik dalam mengakhiri pertentangan senjata untuk kemudian menggagas fase berikutnya yaitu selalu menggunakan bahasa dialog dan menghindari kontak senjata dalam setiap masalah.

Kedua, berkaitan dengan susunan pemerintahan persatuan didasarkan pada Piagam Rekonsiliasi Nasional, termasuk di dalamnya pembagian kursi menteri. Dalam pertemuan tersebut disepakati Hamas memperoleh 9 menteri, Fatah mendapat 6 menteri, 5 menteri untuk kalangan independent dan 4 kursi lainnya untuk fraksi parlemen.

Ketiga, tentang posisi PLO yang terkait dengan kesepakatan di Mesir dan Damaskus yang menuntut agar ada restukturisasi kepengurusan serta upaya untuk lebih memberdayakan organisasi ini di kancah internasional.

Keempat, tentang koalisi politik. Haneya mengatakan banyak sekali agenda yang sudah disepakati dalam pertemuan tersebut dan ada beberapa agenda yang akan disepakati menyusul. Koalisi politik tetap mengacu pada undang-undang dan hukum yang berlaku dan realita pluralitas politik di Palestina.

AS dan Zionis; Sekutu Imperialis Gagalkan Deklarasi

Implementasi kesepakatan Deklarasi Mekah sejatinya bisa dilakukan secara mulus, karena dua pihak yang bertikai Hamas-Fatah sudah mau duduk bersanding membicarakan masa depan Palestina, dan disaksikan oleh dunia internasional. 

Namun tidak ada jaminan kesepakatan ini akan berjalan baik, mengingat masih ada satu sandungan lagi yang sewaktu-waktu bisa merenggut perdamaian di negeri itu. Zionis Israel, eksistensi entitas ini sepertinya akan tetap menjadi duri bagi perwujudan damai di Palestina. Dengan perlindungan AS, Zionis Israel merupakan bara api yang kapan saja siap menyulap pesona negeri ini menjadi abu. 

Jika dengan Persetujuan Sykes Picot (1916 M) dan Deklarasi Belfour (1917 M) saja, Israel mampu mendapatkan legalitas Inggris dan Perancis untuk menduduki Palestina, maka tidak mustahil Zionis juga akan memanfaatkan 'kesetiaan' AS untuk mematahkan perlawanan Hamas di Palestina. Penguasaan Zionis Israel tehadap beberapa posisi kunci di Gedung Putih dan sejumlah aset-aset strategis dunia membuat hegemoni entitas ini semakin lengkap.
Fenomena penting yang membantu meningkatkan pengaruh kaum Zionis di AS adalah ketika AIPAC (The American Israel Public Affairs Committee) mulai berhasil menghegemoni di pelbagai pos kekuasaan di AS dengan menyandera sistem politik AS melalui dorongan penuh kepada orang-orang penting seperti Martin Andec, Danys Rose, Douglass Feit, Joseph Lieberman dan lain-lain. 

AIPAC atau Komite Hubungan Israel-Amerika didirikan pada tahun 1953 dan kini telah menjadi organisasi Zionis yang paling kuat di AS. AIPAC memiliki cabang di berbagai penjuru AS dan memiliki jaringan lobi yang sangat berperan dalam penentuan keputusan yang diambil Gedung Putih. Bahkan disebut-sebut lembaga-lembaga Zionis telah menguasai 250 hingga 300 suara kongres AS. Selain AIPAC, lembaga-lembaga Zionis yang punya daya infiltrasi besar di beberapa posisi kunci Kongres AS adalah JINSA (Jewish Institute for National Security Affairs), dan PNAC (Project for The New American Century). 

Ini belum termasuk peran dinas dan agen-agen rahasia Zionis seperti Mossad dan Shinbet. AIPAC sendiri memiliki cengkeraman kuat pada mekanisme kekuasaan di AS yang disebut sebagai mistis (mystical). Douglas Bloomfield, mantan direktur legislatif AIPAC, mengatakan, "Kenyataannya lebih jauh dari itu. AIPAC mencatat sukses karena kelompok itu mewakili kepentingan nasional Amerika Serikat, dan AIPAC bekerja di dalam kekuatan-kekuatan politik AS."
Tanpa bermaksud membesarkan kekuatan Zionis Israel, namun setidaknya para pemimpin Arab dan Dunia Islam mengetahui bahwa akar permasalahan di Palestina belum musnah. 

Hal ini tentunya menuntut kewaspadaan dan kehati-hatian, terutama Hamas dan Fatah agar tidak gegabah melangkah. Sejarah panjang pengkhiatan dan makar Zionis Yahudi di Palestina dan dunia Islam telah cukup menjadi pelajaran berharga. lebih besar dari itu adalah bahwa AS dan Zionis adalah dua poros besar dalam proyek Imperialisme Modern. Ambisi imperialisme ini telah terlihat jauh sejak invasi besar-besaran AS-Zionis ke negara-negara Islam, terutama pasca keruntuhan Rusia pada Desember 1991.

Deklarasi Mekah akan memberikan implikasi besar terhadap masa depan Palestina. Ini sangat berbahaya untuk keberlangsungan usia imperialisme di Timur Tengah. Terdapat indikasi yang menguatkan bahwa AS dan Zionis telah menyusun strategi untuk menggagalkan deklarasi ini. Seperti pernyataan resmi Pemerintah Palestina yang dilansir Markaz Filatin Lil I'lam bahwa ada sejumlah upaya untuk menggagalkan kesepakatan Mekah dan kembali melahirkan fitnah di Palestina. Pernyataan ini disampaikan menyusul aksi penembakan yang terjadi terhadap Menteri Perencanaan dan Kerjasama Internasional Palestina Dr. Samir Abu Isha, saat mengendarai mobilnya dan saat korban berada di rumahnya, Sabtu (17/02) di Nablus, wilayah utara Tepi Barat.

Dari Kantor Perdana Menteri, Israel bahkan mengumumkan bahwa Presiden AS George W. Bush dan Ehud Olmert sepakat untuk memboikot Pemerintahan Persatuan Nasional Palestina, selama pemerintahan tersebut tidak mau mengakui Israel dan menghentikan perlawanan bersenjata. Kantor berita Reuters mengutip dari pejabat kantor Olmert yang mengatakan, “Kesepakatan ini terjadi dalam kontak via telepon antara Bush dan Olmert pada hari Jum’at (16/02) lalu." Pejabat kantor Olmert menambahkan penegaskan laporan televisi Israel, “Kami tidak akan mengakui pemerintahan persatuan Palestina yang tidak menerima syarat-syarat secara jelas. 

Inilah sikap bersama Amerika dan Israel dalam masalah ini.” Sumber-sumber diplomatik AS mengatakan, Gedung Putih telah menyampaikan kepada Presiden Palestina Mahmud Abbas bahwa boikot terhadap Palestina tidak akan dihapus dan embargo akan terus berlanjut terhadap pemerintahan mendatang. Dengan apa menyebut aksi ini kalau bukan konspirasi?

Untuk mengawal dan melindungi Deklarasi Mekah, ada beberapa hal yang perlu diwasapadai; Yang pertama, konspirasi Zionis Israel. Hal ini kemungkinan akan menjadi permasalahan utama yang dihadapi oleh Pemerintah Persatuan Nasional Palestina. Yang kedua, tekanan AS yang merupakan perpanjangan tangan dari imperialisme Zionis di Timur Tengah. Soliditas rakyat Palestina adalah kekuatan terbesar yang akan memproteksi negeri ini dari penjajahan. Jangan sampai ada celah yang memberi peluang kepada musuh untuk menyulut kembali bara permusuhan. 

Strategi Farriq Tasûd (pecahkan dan mangsalah) sepertinya tetap akan digunakan AS dan Zionis di Palestina, mengingat cara ini sangat efektif menghemat tenaga dan keberanian mereka berlaga di medan terbuka. 

Pemerintah Persatuan Nasional Palestina harus mampu merangkul semua elemen di Palestina untuk membangun imunitas negeri dari penyusupan. Jangan biarkan anak-anak negeri ini tergiur oleh tipudaya musuh. Seluruh institusi Islam di seluruh dunia harus bahu membahu mendukung kemerdekaan Palestina. 

Jangan tunggu perdamaian dan uluran tangan dari Washington atau Tel Aviv! Palestina adalah jantung dunia Timur yang berdetak, ia adalah tempat ketiga yang disucikan. Umat Islam berkewajiban menjaga dan menyelamatkannya.

0 komentar:

Post a Comment